Ancaman Resesi Mengintai Negara-negara Maju di Balik Virus Corona

123RF.com/Elnur Amikishiyev
Penyebaran virus corona memperbesar risiko terjadinya resesi di beberapa negara, antara lain Jepang, Singapura, dan Jerman.
Penulis: Hari Widowati
20/2/2020, 12.05 WIB

Tiga bulan sejak infeksi virus corona (Covid-19) ditemukan di Wuhan, Tiongkok dihadapkan pada pilihan yang sulit. Upaya penanganan virus corona menguras tenaga dan anggaran pemerintah. Di sisi lain, roda ekonomi tersendat lantaran beberapa pusat produksi berada di wilayah yang menjadi pusat penyebaran wabah virus corona.

Menurut Bloomberg Economics, setidaknya terdapat 384 pabrik, 89 pusat penelitian dan pengembangan, 27 pusat logistik, dan 15 pusat administrasi di Wuhan, Provinsi Hubei. Dari 384 pabrik tersebut, sebanyak 146 pabrik bergerak di sektor otomotif, termasuk pabrik milik Honda Motor Co dan Nissan Motor Co.

Selain itu, ada 68 pabrik perangkat keras, 47 pabrik peralatan elektronik, 32 pabrik elektronik konsumen, 28 pabrik alat transportasi, 28 pabrik mesin, 22 pabrik baja, hingga pabrik bahan kimia dan bahan bangunan. Kegiatan produksi dihentikan sejak wabah virus corona merebak pada libur Tahun Baru Cina.

(Baca: Ekonom Prediksi PHK Massal di Tiongkok Akibat Virus Corona)

Selain Hubei, ada beberapa provinsi lainnya yang juga dibatasi pergerakan penduduknya untuk mencegah penyebaran virus corona. Kontribusi ekonomi dari provinsi-provinsi itu hampir mencapai 69% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok.

Moody's Investor Service dalam laporan perekonomian Asia Pasifik memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 60 bps menjadi 5,2% pada 2020. "Pertumbuhan ekonomi di seluruh Asia Pasifik akan melambat karena virus corona menurunkan permintaan dan mengganggu rantai pasokan," kata Wakil Presiden Senior Moody's Christian de Guzman, seperti dikutip Moneycontrol.com. Hong Kong dan Makau menjadi dua wilayah yang terdampak paling parah karena perekonomiannya terintegrasi dengan Tiongkok.

Bayang-bayang Resesi

Pelemahan ekonomi Tiongkok menyeret perekonomian dunia. Betapa tidak, kontribusi negeri Panda terhadap PDB global mencapai 16-17%. Beberapa negara yang menjadi mitra dagang utama bagi Tiongkok mulai was-was dan bersiap menghadapi resesi.

Yang terbaru adalah Korea Selatan. Presiden Moon Jae-In mengumumkan negaranya berada dalam kondisi darurat ekonomi, Selasa (18/2). Di hadapan kabinet, ia meminta para pembantunya menyiapkan kebijakan ekonomi khusus untuk mengatasi dampak virus corona.

Tiongkok adalah negara tujuan ekspor utama bagi Korsel. Berdasarkan data UN Comtrade, nilai ekspor Korsel ke Tiongkok pada 2018 mencapai US$ 162,12 miliar atau 27% dari total ekspor. Nilai impor negeri ginseng dari Tiongkok mencapai US$ 106,49 miliar. Beberapa produk yang diekspor Korsel ke Tiongkok adalah mesin-mesin elektronik, mesin industri, plastik, suku cadang otomotif, bahan kimia, hingga baja.

Di sektor pariwisata, Tiongkok juga memegang peranan penting bagi Korsel. Sepanjang tahun lalu, turis Tiongkok menyumbang 5,5 juta kunjungan atau 34,4% dari total kunjungan wisatawan asing ke Korsel, yang terbesar dibandingkan dengan turis dari negara lain.  

(Baca: Dampak Virus Corona, Korea Selatan Umumkan Darurat Ekonomi)

Moody's menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Korsel tahun ini dari 2,1% menjadi 1,9%. Begitu pula dengan JP Morgan yang merevisi prospek pertumbuhan ekonomi negara tersebut dari 2,3% menjadi 2,2%. "Untuk merespons kondisi darurat ekonomi, saya ingin Anda mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang melampaui ekspektasi dan tidak ada batasan untuk kebijakan tersebut," kata Moon, seperti dilaporkan Kantor Berita Yonhap.

Ancaman yang lebih nyata dihadapi Jepang dan Singapura. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal IV 2019 minus 1,6%, ini merupakan penurunan terbesar sejak 2014. Seperti dilansir CNN.com, para analis sebelumnya memang memperkirakan pertumbuhan ekonomi negeri matahari terbit itu akan melambat akibat kenaikan pajak penjualan dan Topan Hagibis.

Namun, penyebaran virus corona membuat Jepang kehilangan harapan untuk memulihkan perekonomiannya di kuartal I 2020. "Resesi kini tak terhindarkan," kata Kepala Ekonom dan Riset Asia Pasifik di ING, Robert Carnell kepada CNN.com, Senin (17/2).

Stimulus ekonomi senilai US$ 120 miliar yang dikucurkan Desember lalu pun tak mampu menahan dampak virus corona. Jepang mencatat ada 400 kasus infeksi virus corona, termasuk kasus yang menimpa penumpang kapal pesiar Diamond Princess yang bersandar di Yokohama.

Di bidang perdagangan, Tiongkok ada negara tujuan ekspor utama bagi Jepang dengan nilai US$ 144,05 miliar pada 2018. Angka tersebut menunjukkan 19,5% dari total nilai ekspornya. Sementara itu, nilai impor Jepang dari Tiongkok mencapai US$ 173,61 miliar.

Tiongkok juga kontributor terbesar untuk sektor pariwisata. Menurut Japan National Tourism Organization, tahun lalu ada 8,1 juta turis Tiongkok yang berkunjung ke negara tersebut. Bisnis hotel, restoran, dan retail bakal terkena imbas dari penurunan kunjungan wisatawan Tiongkok.

Beberapa produsen otomotif Jepang, seperti Toyota dan Nissan, berencana membuka kembali pabriknya di Tiongkok tetapi tidak mungkin kembali berproduksi dengan kapasitas penuh. ING memprediksi PDB Jepang pada tahun ini akan minus 1,1% dengan mempertimbangkan efek corona.

(Baca: Dibayangi Wabah Corona, WTO Lihat Prospek Perdagangan Global Suram)

Antisipasi Resesi dengan Stimulus

Bagaimana dengan Singapura? Kabar mengenai resesi menerpa negara tetangga Indonesia ini sejak akhir tahun lalu. Seperti dilansir Reuters, pemerintah Singapura menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonominya ke -0,5% hingga 1,5% pada 2020 dibandingkan proyeksi sebelumnya 0,5%-2,5%.

Singapura yang menitikberatkan perekonomiannya di sektor perdagangan, memiliki nilai ekspor dan impor yang signifikan dengan Tiongkok. Pada 2018, ekspor Singapura ke Tiongkok mencapai US$ 50,39 miliar sedangkan impor US$ 49,63 miliar.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyebut dampak virus corona sangat signifikan. "Dampaknya akan dirasakan setidaknya dalam dua kuartal ke depan," kata Lee seperti dikutip Reuters.

"Prospek ekonomi Singapura melemah sejak review terakhir dilakukan. Sebagian karena penyebaran covid-19 yang diprediksi berdampak terhadap ekonomi," kata Sekretaris Tetap Kementerian Perdagangan Singapura, Gabriel Lim, Selasa (18/2). Dampak penyebaran virus corona akan dirasakan di sektor manufaktur, perdagangan, pariwisata, transportasi, retail, serta makanan dan minuman.

Jumlah penerbangan di Bandara Changi turun hingga sepertiganya sejak negara tersebut melarang masuknya pendatang dari Tiongkok. Padahal, selama ini Tiongkok menjadi penyumbang terbesar di sektor pariwisata. Hingga Selasa lalu, jumlah kasus infeksi virus corona di Singapura mencapai 81 kasus. Sebanyak 29 pasien sudah sembuh dan diperbolehkan keluar dari rumah sakit.

Pemerintah Singapura menyiapkan paket stimulus senilai US$ 4,57 miliar untuk menopang perekonomian dari dampak negatif virus corona. Di sektor kesehatan, pemerintah menyediakan dana sebesar US$ 575 juta. Stimulus lainnya akan dialokasikan untuk dunia usaha, penambahan lapangan kerja, dan rumah tangga dengan total nilai US$ 4 miliar.

Berbagai kebijakan ekonomi ini akan membuat defisit anggaran Singapura tahun ini membengkak menjadi SIN$ 10,9 miliar atau 2,1% dari PDB. Ini merupakan defisit anggaran terbesar sejak 2005.