Kebijakan Upah Pekerja yang Timpang Memicu Tren Relokasi Industri

Gui Yongnian|123RF
Ilustrasi. UMP yang meningkat di beberapa daerah membuat pengusaha relokasi pabrik ke tempat lain.
Penulis: Agustiyanti
2/12/2019, 07.30 WIB

Kesenjangan upah antardaerah kian melebar dari tahun ke tahun. Berdasarkan catatan Katadata.co.id, UMP tertinggi ditetapkan provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 4,27 juta, sedangkan terendah digenggam Jateng sebesar Rp 1,74 juta. Selisihnya mencapai Rp 3,13 juta. 

Selisih UMP kedua provinsi ini naik dua kali lipat dibanding 2014 yang mencapai Rp 1,5 juta. UMP DKI Jakarta kala itu sebesar Rp 2,4 juta, sedangkan Jawa Tengah Rp 910 ribu. Berikut rincian UMP pada 2014. 

Global Wage Report 2018/2019 yang dirilis International Labour Organization atau ILO juga mencatat ketimpangan upah di Indonesia terus meningkat. Indonesia termasuk salah satu negara dengan ketimpangan upah yang tinggi di antara 64 negara yang disurvei lembaga tersebut.

ILO menggambarkan kesenjangan upah menggunakan rasio gini dengan skor 0-100. Skor mendekati 100 menunjukkan ketimpangan tinggi, sedangkan mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang rendah.

Rasio gini upah Indonesia mencapai 40,6, berada di atas Vietnam, Thailand, dan Filipina. Indonesia hanya berada di bawah Afrika Selatan, Namibia, Pakistan, Malawi, dan Tanzania.

(Baca: Upah Minimum Karawang Naik, Toyota Tak Berencana Relokasi Pabrik)

Rusli menilai, kesenjangan upah tak terlepas dari kelalaian pemerintah membangun kawasan industri. Padahal, kawasan industri merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan di daerah dan mendorong peningkatan upah minimum.

"Kawasan industri baru tidak terbangun. Pemerintah pada 2014 berjanji membangun 14 kawasan industri, tapi sampai saat ini tidak terlihat hasilnya," ungkap dia.

Relokasi industi dinilai menjadi salah satu dampak positif dari kesenjangan upah. Ini diharapkan dapat mendorong pemerataan ekonomi. "Tentu yang diharapkan sebenarnya bukan relokasi industri, tetapi industri baru akan dibangun di kawasan yang upahnya lebih rendah sehingga mendorong pemerataan," jelas dia.

Di sisi lain,  hal ini juga menimbulkan beragam dampak negatif, salah satunya mendorong urbanisasi. "Akibatnya, daerah kekurangan tenaga kerja saat ada pembangunan atau industri baru, belum lagi masalah sosial," kata dia.

Mencari Formula Tepat

Kenaikan upah tak hanya menuai protes pengusaha lantaran membuah upah di sejumlah daerah kian tinggi. Buruh juga ikut menolak kenaikan upah sebesar 8,51%. 

Jika pengusaha menolak karena menilai kenaikan cukup tinggi, buruh menolak karena menilai kenaikan tersebut terlalu rendah. 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI Said Iqbal menilai perhitungan ini tak sesuai dengan KHL  yang menjadi tuntutan buruh. Jika menggunakan kenaikan KHL, kenaikan upah minimum tahun depan dapat mencapai 10 hingga 15%.

Pemerintah pun diminta merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015, khususnya mengenai formula kenaikan upah.

(Baca: BKPM Sebut Kenaikan Upah Bisa Hambat Investasi Sektor Padat Karya)

Namun, Rusli menyebut PP pengupahan yang ada saat ini sudah tepat karena memberikan kepastian kepada pengusaha dan buruh terkait besaran kenaikan upah. Namun, penetapan upah minumum di sejumlah daerah  yang masih rendah tetap perlu memperhitungkan KHL.

"Tapi sebenarnya kenaikan upah ini adil, karena memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata dia. 

Sementara itu, Rosan menilai wilayah yang sudah memiliki upah tinggi tak seharusnya setara dengan kenaikan upah di wilayah lain yang masih rendah. Dibutuhkan mekanisme baru untuk menentukan besaran upah minimum.

Kenaikan upah minimum ke depan diusulkan berdasarkan kategori industri padat karya dan padat modal. Industri padat modal merupakan industri yang memiliki teknologi tinggi, sedangkan industri padat karya merupakan industri yang memiliki banyak tenaga manusia.

Saat ini, pemerintah tengah merumuskan omnibus law cipta kerja. Bocorannya, salah satu poin yang diatur terkait pengupahan.