Pelonggaran Uang Muka Kredit, Jurus Pakem BI "Membantu" Bank

123RF.com/adiruch
Ilustrasi. Bank Indonesia (BI) melonggarkan aturan Loan to Value (LTV) bagi kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor.
Penulis: Sorta Tobing
23/9/2019, 05.00 WIB

Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25%. Langkah yang konsisten bank sentral lakukan selama tiga bulan terakhir.

Penurunan suku bunga ini tak lain merespon kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed). Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan ketegangan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok meningkatkan ketidakpastian global.

Kondisi itu berimbas pada pertumbuhan ekonomi domestik, terutama dari sisi ekspor dan investasi. “Bagaimanapun dinamika global arus diantisipasi karena dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan bagaimana menjaga arus modal asing,” kata dia di kantornya, Jakarta, Kamis lalu (19/9).

Di saat yang sama, BI juga melonggarkan rasio pinjaman terhadap aset alias loan to value. Rasio LTV diturunkan menjadi 5% untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan 5%-10% untuk kredit kendaraan bermotor.

Pelonggaran LTV ini khususnya untuk kepemilikan rumah kedua dan seterusnya. Relaksasi aturan yang mulai berlaku 2 Desember ini akan membuat uang muka yang harus dibayarkan debitur lebih rendah.

Perubahan aturan tersebut untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan perekonomian secara keseluruhan. Pasalnya, kinerja intermediasi perbankan tahun ini menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan kredit selama enam bulan pertama stagnan, cenderung menurun.

Dari grafik Databoks berikut ini pada Juni 2019 pertumbuhannya melambat menjadi 9,94% secara tahunan dibandingkan Mei 2019 yang sebesar 11,05% (yoy). Pada Juni 2019, kredit yang disalurkan industri perbankan mencapai Rp 5.528,59 triliun.

Perbankan menyambut baik relaksasi aturan LTV ini. Direktur Consumer Banking CIMB Niaga Lani Darmawan menilai perusahaan menjadi memiliki keleluasaan mengambil risiko dalam menyalurkan kredit. “Namun, tentu saja (bank) juga akan mempertimbangkan berbagai faktor dalam menentukan LTV yang bisa saja berbeda untuk setiap nasabah,” katanya pada Jumat lalu.

Menurut Lani, aturan ini dapat mendorong pertumbuhan kredit tahun depan. Saat ini pertumbuhan KPR CIMB Niaga tercatat sebesar 14%. Hingga akhir tahun, targetnya di kisaran 12%. “Akhir tahun pertumbuhan KPR lebih rendah karena ada masa liburan,” ucapnya.

Direktur Consumer Banking BTN Budi Satria optimistis pelonggaran LTV akan mendongkrak pertumbuhan kredit perseroan tahun depan. “Belum tahu pasti (pertumbuhan tahun depan). Tapi tentu akan meningkat lebih baik,” katanya.

(Baca: BI Harap Bank Segera Turunkan Bunga Kredit)

PT Astra Internasional Tbk (ASII) mengaku anak-anak perusahaan di bidang finansial akan menyesuaikan diri dengan pelonggaran aturan Bank Indonesia (BI) mengenai batasan uang muka kredit. Namun, perusahaan akan tetap mempertimbangkan kemampuan operasional perusahaan dan debitur atau nasabah dalam menyalurkan pinjaman.

"Relaksasi LTV, kami akan sesuaikan dengan kemampuan debitur. Kami berupaya agar itu bisa kami jalankan," ujar Direktur in Charge Astra Financial Suparno Djasmin.

Direktur Utama PermataBank Ridha D.M Wirakusumah mengatakan sektor properti masih memiliki permintaan yang cukup tinggi, sehingga dimungkinkan untuk memberikan pelonggaran terhadap KPR.

Hal ini berbeda dengan kredit kendaraan yang menurut dia lebih sulit didorong karena saat ini penjualan kendaraan sedang melemah. "Kalau mobilnya turun terus penjualannya, kami juga tidak bisa kasih (pelongaran), kalau perumahan itu lain," kata Ridha.

Bank Indonesia melonggarkan LTV atau uang muka kredit perumahan. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Pelonggaran LTV di Tengah Lemahnya Permintaan

Pelonggaran LTV bukan jurus baru BI. Tahun lalu langkah serupa juga dilakukan oleh bank sentral. Bahkan rasio LTV naik hingga mencapai 100%. Artinya, bank boleh menerapkan kebijakan KPR tanpa uang muka.

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam, jurus itu belum cukup signifikan mendorong pertumbuhan kredit. Bahkan ketika giro wajib minimum dan suku bunga acuan sudah diturunkan pertumbuhan kredit bermotor dan perumahan relatif tidak banyak berubah.

Penurunan suku bunga acuan saat ini belum diikuti oleh turunnya suku bunga kredit karena membutuhkan waktu penyesuaian sekitar satu sampai dua triwulan. “Sementara pelonggaran LTV atau penurunan besarnya uang muka, dengan suku bunga yang masih tinggi dan tenor yang sama justru menyebabkan cicilan menjadi lebih besar,” kata Pieter.

Karena itu, ia memperkirakan aturan bank sentral tersebut tidak akan serta merta memacu pertumbuhan kredit, khususnya sektor property kelompok menengah ke atas. Pertumbuhan kredit properti akan mulai melaju kencang ketika pelonggaran LTV diikuti dengan penurunan suku bunga kredit.

(Baca: Menko Darmin Sebut BI Masih Punya Ruang Pelonggaran Moneter)