SKK Migas Antisipasi Produksi Blok Masela Tak Terserap di Pasar Global

Katadata/Ratna Iskana
Ilustrasi, Inpex Corporation dalam acara IPA Convex 2019 di Jakarta. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas telah mengantisipasi kelebihan pasokan LNG di pasar dunia dengan beroperasinya Blok Masela yang dioperatori oleh Inpex Corporation. Oleh karena itu, SKK Migas akan mengandalkan pasar domestik sebelum mengekspor produksi gas Blok Masela.
21/2/2020, 16.54 WIB

Produksi LNG Blok Masela terancam tak terserap dengan banyaknya proyek migas yang mulai produksi di seluruh dunia. Namun, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas atau SKK Migas sudah mengantisipasinya dengan giat mencari pembeli akhir atau end user  terutama dari dalam negeri.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan produksi gas dari lapangan eksisting dari tahun ke tahun terus menurun. Produksi dari Blok Masela diharapkan dapat menggantikan pasokan gas dari lapangan tersebut.

"Gas yang sekarang 6 ribu mmscfd menjadi 12.000 mmscfd dan tentu disamping pemanfaatan dalam negeri juga dapat diekspor," ujar Dwi beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai tantangan Inpex akan semakin besar dalam persaingan bisnis LNG. Sebab, pasar LNG dunia akan jenuh dengan kelebihan pasokan gas.

Apalagi ada beberapa proyek LNG yang akan berproduksi dengan kapasitas sebesar 100 juta ton per tahun seperti Tortue Ahmeyin FLNG di lepas pantai Mauritania dan Senegal, North Field di Qatas, Area 1 Mozamnik, Arctic LNG2 di Rusia, Papua LNG di PNG dan Calcasieu Pass LNG di Amerika.

"Dengan jenuhnya pasar, maka potensi harga LNG mengalami penurunan sangat besar. Dampaknya break even poin akan lama dicapai dan penerimaan negara akan terganggu," ujar Mamit.

Adapun proyek-proyek gas tersebut sudah mencapai Final Investment Decision (FID) pada tahun 2019-2020. Sehingga proyek Blok Masela seharusnya onstream sesuai target.

"Saya kira harus, karena memang ini menjadi proyek terbesar kita untuk LNG. Jangan sampai pemerintah nanti berkurang penerimaannya karena pasar terlalu jenuh," ujarnya.

(Baca: Shell Proyeksi Permintaan LNG Naik Hingga 700 Juta Ton pada 2040)

SKK Migas sejauh ini telah menandatangani nota kesepahaman jual beli gas Blok Masela dengan Perusahaan Listrik Nasional atau PLN dan Pupuk Indonesia. Rencananya, PLN akan membeli LNG Blok Masela untuk pembangkit listrik dan Pupuk Indonesia memesan 150 mmscfd gas pipa untuk kilang produksi.

Selain kedua perusahaan tersebut, Dwi menyebut PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) juga menyatakan minat membeli gas dari Blok Masela. Jika SKK Migas sudah mendapatkan calon pembeli yang bakal menyerap produksi gas dari Blok Masela, maka Inpex selaku operator blok tersebut bisa masuk tahapan keputusan akhir investasi atau Final Investment Decision (FID).

"PGN juga berminat, tapi memang untuk FID kami mengejar supaya konstruksi bisa jalan. Itu yang dibutuhkan, yakni komitmen dari end user," ujar Dwi.

Jika FID telah disetujui pemerintah, maka proses pengerjaan Engineering-Procurement-Construction (EPC) dapat segera dimulai. Adapun proses pengembangan Blok Masela saat ini sampai pada tahapan tender pengerjaan desain detail atau Front End Engineering Design (FEED). Nantinya, FEED dan EPC akan dikerjakan secara bersamaan dengan kontraktor pemenang tender.

Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno menambahkan pihaknya terus berupaya agar Blok Masela dapat beroperasi setahun lebih cepat dari jadwal. Hal itu sesuai dengan arahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif yang ingin proyek tersebut mulai produksi pada 2026 dengan kapasitas sebesar 9,5 MTPA dan gas pipa sebesar 150 MMscfd.

"Saya belum terpikir bagaimana mempercepat ke 2026. Tetapi kalau semua pihak mendukung, ya pasti bisa. Contoh, Analis Dampak Lingkungan akan kami accelarate sekitar enam bulan," ujarnya Kepada Katadata.co.id, Jumat (21/2).

(Baca: Kejar Produksi 2026, Pembangunan Blok Masela Dipercepat Tahun Depan)

Reporter: Verda Nano Setiawan