Defisit APBN 2025 Bengkak, Sri Mulyani Minta Izin DPR Pakai Dana Cadangan


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025 makin melebar. Defisit APBN 2025 berpotensi mencapai Rp 662 triliun atau 2,78% dari produk domestik bruto (PDB).
Perkiraan defisit ini lebih tinggi dibandingkan target awal dalam APBN 2025. Sebelumnya pemerintah sudah menetapkan defisit sebesar 2,53% dari PDB atau sekitar Rp 616,2 triliun.
"Agak lebih lebar dibandingkan APBN awal, tapi masih cukup manageable," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Bandan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (1/6).
Untuk menutup pelebaran defisit, Sri Mulyani akan meminta persetujuan DPR untuk menggunakan sisa anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 85,6 triliun. Dengan begitu, kenaikan defisit tidak dibiayai seluruhnya dengan penerbitan surat utang.
"Untuk Banggar DPR, kami mohon agar nanti dibahas dan mendapat persetujuan dalam pembahasan langsung," ujar Sri Mulyani.
Pendapatan Negara Tergerus
Pelebaran defisit APBN dipicu karena tidak tercapainya target pendapatan negara. Sri Mulyani memperkirakan penerimaan negara pada 2025 hanya Rp 2.865 triliun atau 95,4% dari target awal Rp 3.005,1 triliun.
Salah satu sebab penerimaan negara menyusut karena pemerintah batal memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% untuk semua barang dan jasa. Padahal, penerapan pajak ini dapat mendongkrak penerimaan negara Rp 71 triliun.
"Karena adanya PPN yang tidak jadi. Tentu penerimaan kita menjadi lebih rendah," ujar Sri Mulyani.
Dalam outlook APBN 2025, proyeksi penerimaan pajak hanya Rp 2.076,9 triliun atau 94,9% dari target awal Rp 2.189,3 triliun. Sektor kepabeanan dan cukai justru menunjukkan kinerja positif dengan proyeksi penerimaan yang melebihi target yaitu Rp 310,4 triliun atau 102,9% dari target awal.
Sedangkan proyeksi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya mencapai Rp 477,2 triliun atau 92,9% dari target. Penurunan ini disebabkan karena tidak adanya tambahan setoran dividen dari BUMN ke kas negara pada tahun berjalan.
“Karena PNBP tidak lagi menerima dividen dari BUMN, jadi kehilangan Rp 80 triliun. Untuk estimasi PNBP akan kontraksi sebesar 18,3% karena komoditas, lifting minyak, maupun dividen BUMN yang tidak lagi diberikan ke APBN,” kata Sri Mulyani.
Sebaliknya, proyeksi belanja negara justru makin membengkak menjadi Rp 3.527,5 triliun. Angka ini mencapai 97,4% dari pagu belanja yang ditetapkan dalam APBN 2025.