PM Italia: Kebijakan Energi Hijau yang Terlalu Kaku Berisiko Rugikan Industri

Perdana Menteri Italia Giorgio Meloni mengingatkan Uni Eropa agar tidak menerapkan kebijakan energi hijau yang terlalu kaku. Kebijakan tersebut dinilai berpotensi merugikan basis industri di Eropa.
Meloni meminta agar Uni Eropa mengambil pendekatan yang lebih berhati-hati dalam transisi ekologi untuk melindungi perekonomian dan stabilitas sosial.
Meloni, yang berbicara setelah bertemu dengan Kanselir Jerman Friedrich Merz, mengatakan dorongan Uni Eropa menuju elektrifikasi, terutama di sektor otomotif berisiko menggerus kekuatan manufaktur di benua biru itu.
"Saya sering mengatakan bahwa di gurun pasir tidak ada yang hijau. Sebelum melakukan segala hal, kita harus memerangi desertifikasi di industri Eropa," kata Meloni, seperti dikutip Reuters, Sabtu (17/5).
Ia mengatakan bahan bakar alternatif seperti biofuel dan hidrogen harus memainkan peran penting di dalam strategi hijau Eropa. Meloni mengkritik pendekatan kebijakan Uni Eropa di masa lalu yang terlalu kaku, sehingga menghancurkan sektor-sektor seperti otomotif.
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya karena Eropa terlalu tergantung pada rantai pasok kendaraan listrik yang didominasi oleh negara-negara non-Eropa. Menurutnya, strategi ini sangat rapuh.
"Saya terus percaya bahwa transisi energi yang hanya fokus ke elektrifikasi adalah kontraproduktif, di mana rantai pasoknya tidak dikendalikan oleh Eropa, tetapi oleh pemain lainnya," ujar Meloni.
Komisi Eropa Didesak Revisi Kesepakatan Hijau
Meloni mendesak Komisi Eropa untuk merevisi lebih lanjut aspek-aspek kunci di dalam "Kesepakatan Hijau", termasuk perhitungan emisi baru yang menyumbang keseluruhan siklus produksi suatu kendaraan, bukan hanya emisi gas buang kendaraan.
Parlemen Uni Eropa pada awal bulan ini sudah melakukan pemungutan suara untuk melunakkan kebijakan bagi produsen otomotif Eropa. Ini berarti mereka tidak perlu mematuhi target emisi karbon dioksida (CO2) Uni Eropa untuk mobil dan truk. Sebelumnya, Uni Eropa menyiapkan sanksi denda hingga 15 miliar euro (Rp 276,13 triliun) untuk produsen otomotif yang tidak patuh.
Berkat negosiasi yang terus-menerus, Komisi Eropa akhirnya mengizinkan produsen otomotif untuk memenuhi target ini berdasarkan rata-rata emisi CO2 pada periode 2025-2027, bukan hanya emisi pada tahun ini.
Italia dan Jerman, dua negara yang memiliki sektor manufaktur terbesar di Eropa, memimpin upaya-upaya untuk memulihkan daya saing kawasan tersebut. Menurut Meloni, sektor otomotif adalah salah satu area di mana kerja sama bilateral bisa menghasilkan dampak yang menentukan.