Tantangan Berat Atasi Gelombang Pengangguran Akibat virus Corona

Katadata/123rf
Ilustrasi buruh menghadapi dampak buruk pandemi corona.
Penulis: Pingit Aria
20/4/2020, 06.00 WIB

Jurus Kartu Prakerja Atasi Pengangguran

Saat ini pemerintah memiliki pelbagai program jaring pengaman sosial untuk memitigasi dampak Corona terhadap kehidupan masyarakat. Salah satunya, melalui program Kartu Prakerja.

Tahun ini, pemerintah menaikkan anggaran untuk program Kartu Prakerja dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Program ini dirancang untuk bisa menjangkau 5,6 juta pengangguran.

Hanya, program ini tidak spesifik menyasar korban PHK, melainkan semua pengangguran, termasuk mereka yang baru menyelesaikan Pendidikan formal. Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2019, tingkat pengangguran terbuka mencapai 7,05 juta orang atau 5,28 % dari jumlah angkatan kerja.

Antusiasme masyarakat pun membludak. Begitu pendaftaran dibuka, hampir 6 juta orang mendaftar program Kartu Prakerja, padahal kuota untuk tahap pertama hanya 200 ribu orang. Saat ini pemerintah sedang memproses pendaftaran untuk tahap kedua.

(Baca: Kuota Hanya 200 Ribu, Ini Kriteria Peserta Penerima Kartu Prakerja)

Kartu Prakerja memang memberikan berbagai benefit. Total, dana sebesar Rp 3.550.000 per orang akan ditransfer ke rekening bank atau rekening dompet elektronik seperti OVO, Link Aja, atau GoPay milik peserta.

“Uang insentif ini diharapkan dapat menjadi jaring pengaman sosial yang meringankan beban, silahkan digunakan sebaiknya,” kata Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari di Jakarta, Selasa (14/4).

Selain Kartu Prakerja, pemerintah juga memiliki beberapa program bantuan sosial lainnya bagi masyarakat yang terdampak Covid-19. Di antaranya ada Program Keluarga Harapan (PKH) berupa sembako pangan non-tunai untuk masyarakat miskin.

Kemudian, ada bantuan sembako senilai Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan. Selain itu, ada bantuan 20-30 % dana desa bagi warga yang tinggal di kabupaten. Khusus bagi masyarakat yang tinggal di wilayah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pemerintah daerah juga akan mengucurkan dana sosial tersendiri.

kartu prakerja (Katadata)

Beban Berat PHK bagi Pengusaha

Usaha pemerintah untuk membendung penyebaran virus corona dengan physical distancing, juga pembatasan sosial di beberapa wilayah secara tidak langsung membuat bisnis lesu. Banyak perusahaan kehabisan uang tunai akibat sepinya transaksi.

(Baca: Pukulan Dua Arah Virus Corona ke Industri Manufaktur)

Kalau kondisi sekarang saja sudah muram, dalam beberapa bulan situasi bisa menjadi semakin buruk. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan, banyak pelaku usaha hanya sanggup membiayai operasional perusahaan, termasuk gaji karyawan hingga bulan Juni.

“Sekarang masih banyak yang bertahan, tetapi kalau sampai habis pada bulan Juni, itu benar-benar gelap situasinya. Karena itu pandemi harus cepat ditangani,” ujarnya.

Jika pengusaha sudah kehabisan dana, menurut Hariyadi, PHK pun sulit dilakukan. Sebab, jika melakukan PHK, pengusaha harus membayar pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang jumlahnya tidak sedikit.

Menurutnya, pengusaha akan cenderung memilih untuk merumahkan karyawan atau memberlakukan cuti di luar tanggungan sampai situasi sudah kembali pulih. Selain itu, kemkungkinan lainnya adalah dengan menawarkan paket pengunduran diri secara sukarela.

(Baca: Gelombang Besar PHK Imbas Corona Menerpa Indonesia)

Hingga 11 April 2020 lalu, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah pekerja yang terkena PHK sebanyak 160.067 orang dari 24.225 perusahaan. Sedangkan yang dirumahkan sebanyak 1.080.765 pekerja dari 27.340 perusahaan.

Sebelum melakukan PHK, Kementerian Ketenagakerjaan meminta pengusaha mengkaji beberapa opsi, dengan tetap memenuhi hak pekerja. Di antaranya, mengurangi upah dan fasilitas bagi pekerja tingkat atas, menghapuskan lembur, mengurangi jam kerja, dan meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir. “Jadikan PHK opsi terakhir,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Sabtu, 11 April 2020 lalu.

Reporter: Agatha Olivia Victoria