Izin Impor Gula Mentah, Antara Sambutan Investor dan Keresahan Petani

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Pingit Aria
17/5/2017, 18.59 WIB

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto merilis peraturan yang memungkinkan pabrik gula baru untuk mengimpor bahan baku berupa raw sugar dalam jangka waktu tertentu. Kalangan industri menyambutnya, sementara petani tebu menganggapnya merugikan.

Sekretaris Perusahaan PT Gendhis Multi Manis (GMM) Dodi Surahman mengatakan, Peraturan Menteri Perindustrian nomor 10 tahun 2017 itu akan memberikan dampak positif bagi industri gula tanah air. "Aturan ini sangat positif. Ini yang sangat kami harapkan," ujar Dodi di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (17/5). 

Dodi menjelaskan, Pabrik Gula Gendhis Multi Manis kini telah beroperasi dengan kapasitas 4 ribu ton tebu per hari di Blora, Jawa Tengah. PT GMM ingin meningkatkan produksinya hingga 6 ribu ton per hari, namun lahan untuk perkebunan tebu yang dimiliki hanya sebesar 17 hektare.

(Baca juga: Jelang Puasa, Mendag Jamin Stok Pangan Aman Sampai Idul Adha)

Di Jawa, terbatasnya lahan memang menjadi masalah utama untuk hampir semua proyek, dari perkebunan, perumahan, hingga infrastruktur. Sementara di luar Jawa, masalah keamanan justru bisa menjadi resiko investasi.

Hal itu diungkapkan oleh Staf Ahli PT Sukses Mantap Sejahtera (SMS) Hilman. Ia menuturkan, sekitar 2 ribu bibit tebu siap tanam milik perusahaannya sempat dibakar massa di Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Saat ini, PT SMS masih mencoba untuk merangkul masyarakat sekitar pabriknya agar dapat mendukung produksi. Namun, insiden tersebut telah membuat tertundanya penanaman tebu dan berakibat molornya pasokan bahan baku bagi pabrik.

(Baca juga: Jaga Harga, Bulog Luncurkan Gerakan Stabilisasi Pangan)

"Insentif yang diberikan ini tentunya sangat membantu. Apalagi jika impor raw sugar untuk pabrik di luar Pulau Jawa bisa diperpanjang hingga 10 tahun," ujar Hilman.


Naik/Turun Harga Komoditas Januari-10 Oktober 2016

Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengakui pembangunan pabrik gula yang terintegrasi dengan perkebunan tebu membutuhkan investasi besar. Di sisi lain, insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday yang disediakan untuk pembangunan pabrik gula yang terintegrasi dengan perkebunan tebu belum cukup menarik bagi investor.

Hal itulah yang melandasi keluarnya Peraturan Menteri Perindustrian nomor 10 tahun 2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku dalam Rangka Pembangunan Industri Gula. “Fasilitas kemudahan memperoleh bahan baku gula kristal mentah (raw sugar) impor ini untuk industri baru," kata Panggah.

Ia menjelaskan, penerima insentif harus merupakan pabrik gula baru yang mempunyai Izin Usaha Industri (IUI) yang diterbitkan setelah tanggal 25 Mei 2010. Hal ini sesuai Peraturan Presiden nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

(Baca juga: Bisnis Gula Kurang Menarik Investor, Pemerintah Siapkan Insentif)

Selain itu, izin impor juga diberikan untuk waktu yang terbatas yakni paling lama 7 tahun bagi pabrik gula baru di luar Pulau Jawa dan paling lama 5 tahun bagi pabrik di Jawa. Sementara untuk pabrik gula lama yang menambah kapasitas, impor gula mentah dibatasi paling lama 3 tahun.

Menurut Panggah, pemerintah saat ini masih berupaya untuk mencapai swasembada gula. Selain itu, tingginya disparitas harga gula di Jawa dan pulau lain juga menjadi perhatian pemerintah.


Rata-rata Harga Gula Pasir Lokal di Beberapa Provinsi (Per 19 Januari 2017)

Menurut perhitungannya, setiap tahun harus ada empat pabrik gula dengan kapasitas giling 12 ribu ton tebu per hari yang berdiri untuk menutupi kebutuhan masyarakat hingga tahun 2030.

Sebaliknya, Ketua Umum Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil menilai kebijakan itu dapat menghancurkan pertanian. Pemberian izin impor gula mentah hingga 80 persen dari kapasitas terpasang pabrik selama bertahun-tahun dinilainya akan merugikan petani tebu.

 “Aturan tersebut tidak mendidik karena sarat dengan kepentingan perburuan rente impor. Apabila Menteri Perindustrian tidak mencabutnya, maka APTRI akan menggugat secara hukum melalui Mahkamah Agung (MA),” ujarnya melalui telepon.

Reporter: Pingit Aria