Pasar Saham yang Tergelincir Minyak dan Terinfeksi Virus Corona

123RF.com/Daniil Peshkov
Pasar saham di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika kemarin, Senin (9/3), anjlok karena kepanikan turunnya harga minyak dan kenaikan penyebaran virus corona.
Penulis: Sorta Tobing
10/3/2020, 19.30 WIB

Antisipasi Virus Corona ke Pasar Modal

Sejak Covid-19 mewabah di Wuhan, Tiongkok, panik memang membuat banyak orang kalang kabut. Harga masker melambung, tisu di beberapa negara menjadi barang langka, begitu pula dengan cairan pembersih tangan. Di dalam negeri, bahkan bumbu dapur, seperti gula, bawang putih, bawang bombay, dan jahe merah menjadi barang istimewa karena harganya yang tinggi.

Pelaku pasar keuangan turut gelisah. “Musuh terbesar kita bukan virus corona, tapi ketakutan, rumor, dan stigma yang tidak berdasar,” kata Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee.

Faktanya, penyebaran virus corona yang tinggi tak beriringan dengan jumlah kematian penderitanya. Hampir setengah kasusnya, saat ini telah menembus 100 ribu orang secara global, dinyatakan sembuh. Sementara, korban meninggal hanya 3%-4%.

(Baca: Mulai Hari ini BEI Otomatis Hentikan Perdagangan Jika IHSG Turun 10%)

Sosialisasi virus corona di Stasiun Pasar Senen, Jakarta. (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)

Pemerintah berusaha menahan jatuhnya perekonomian akibat virus corona. Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan 7-Days Repo Rate sebanyak 25 basis poin menjadi 4,75%. Di pasar keuangan, bank sentral melakukan penyesuaian giro wajib minimum valuta asing bank umum konvensional dan syariah. Angkanya dari 8% menjadi 4%.

“Penurunan rasio GWM untuk meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar US$ 3,2 miliar,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo pada Senin pekan lalu.

GWM rupiah juga turun 50 basis poin untuk bank yang melakukan kegiatan ekspor-impor. "Berlaku 9 bulan karena masalah kesulitan ekspor dan impor akibat corona virus itu,” katanya.

(Baca: Target Ekspor Tetap 5,2% Pasca-Corona, Kemendag Diminta Kerja Keras)

Merespon kepanikan investor kemarin, Otoritas Jasa Keuangan mengizinkan seluruh emiten untuk membeli kembali atau buyback saham tanpa melalui persetujuan rapat umum pemegang saham. Buyback paling banyak adalah 20% dari modal disetor, dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar sebesar 7,5% dari modal disetor.

Perusahaan pelat merah berkomitmen merealisasikan pelonggaran itu. Staf Khusus Kementerian Badan Usaha Milik Negara Arya Sinulingga mengatakan ada 12 perusahaan yang akan melakukan buyback saham. Dana yang disiapkan senilai Rp 7 triliun sampai Rp 8 triliun. "Karena saham turun di bursa, kemudian beberapa BUMN merasa nilai fundamental melebihi nilai transaksi di pasar," katanya.

Kebijakan buyback saham mampu membuat IHSG berbalik arah. Pada penutupan sore tadi, indeks ditutup menguat 1,64% menyentuh level 5.220. Di pasar keuangan, rupiah menguat 0,28% ke level Rp 14.351 per dolar Amerika Serikat.

(Baca: 12 BUMN Siap Buyback Saham Milik Publik Senilai Rp 7 - 8 Triliun)

Kekhawatiran pemerintah saat ini adalah defisit anggaran yang melebar. “Ada tekanan dari permintaan negara, harga minyak, dan kondisi ekonomi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Ia berharap keadaan pasar bisa segera rasional. Pemerintah masih terus melakukan pembiayaan guna menambal defisit anggaran. Sumber pembiayaan itu bisa dari multilateral dan surat berharga negara (SBN). "Jadi, ini hanya persoalan waktu dan besarannya," ucap dia.

Reporter: Agatha Olivia Victoria, Ihya Ulum Aldin, Rizky Alika