Perbankan di Bawah Bayang-bayang Krisis Imbas Pandemi Corona

123rf/ Andriy Popov
Ilustrasi. Perbankan terkena imbas pandemi corona
6/4/2020, 13.20 WIB

Potensi Bank Terpukul Seperti Krisis Moneter 1998

Para ekonom senior menilai perbankan nasional sudah lebih siap menghadapi tekanan. Terlebih, tekanan yang terjadi sejauh ini masih lebih ringan dibandingkan saat krisis moneter 1997-1998. “Magnitude-nya berbeda,” kata Mantan Direktur Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan yang juga Ekonom Senior Fauzi Ichsan kepada katadata.co.id.

Ia memaparkan, saat krisis moneter, kurs rupiah melemah drastis dari Rp 2.300 menjadi Rp 16.000 per dolar AS dalam 9-12 bulan, sebelum stabil di kisaran Rp 8.000-9.000 per dolar AS. Sedangkan sekarang, sebut saja di tengah krisis Covid-19, pelemahan kurs rupiah tak sedrastis itu yakni dari kisaran Rp 14.000 menjadi Rp 16.500 per dolar AS.

Begitu juga dengan NPL perbankan. Saat krisis moneter, NPL mencapai 40-50% dari total kredit, sedangkan sekarang 3%. Pertumbuhan ekonomi juga diprediksi masih positif tahun ini. Pemerintah memperkirakan ekonomi tumbuh 2,3%, sedangkan saat krisis moneter, ekonomi terkontraksi 12-13%. “Jadi kita sudah pernah mengalami krisis yang lebih besar dari Covid-19,” ujarnya

Berdasarkan perhitungan kasar, jika kredit dalam risiko alias loan at risk yang saat ini di kisaran 11% seluruhnya menjadi NPL, modal perbankan yang nyaris 23% masih bisa menyerap risiko tersebut. Loan at risk mencakup NPL ditambah kredit berstatus lancar yang sudah direstrukturisasi. “Kalau NPL 11%, masih separuhnya CAR, itu kasarnya,” kata Fauzi.

Layanan bank (Arief Kamaludin|KATADATA)

Yang perlu dijaga adalah dari segi likuiditas. Restrukturisasi kredit sangat membantu debitur di tengah tekanan ekonomi. Tapi, restrukturisasi sebaiknya dalam konteks debitur tetap membayar bunga kredit sehingga bank bisa menggunakan pendapatan tersebut untuk membayarkan bunga simpanan.

“Selama debitur bayar bunga, pokok ditunda tidak apa, relatif aman,” kata dia. Risiko juga terjaga selama nasabah tidak menarik dana simpanannya di bank. Dalam hal ini, peran LPS penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa simpanannya di bank aman. “LPS memiliki Rp 126 triliun, cukup untuk meyakinkan tidak usah menarik dana,” ujarnya.

Dana Rp 126 triliun ini dinilai cukup, dengan asumsi, bila bank beraset besar yang sistemik mengalami masalah, akan diselamatkan pemiliknya lewat rekapitalisasi. Sebagai contoh, bank BUMN akan diselamatkan pemerintah lewat Penyertaan Modal Negara (PMN). Sedangkan bank swasta yang sistemik kemungkinan akan diselamatkan lewat suntikan modal dari investor strategisnya yang kuat.

“Yang jadi isu (bank yang) relatif kecil dan tidak sistemik,” ujarnya. Terkait risiko ini, sudah ada panduan untuk penanganan bank gagal oleh LPS – mana yang masuk golongan good banks dan diselamatkan, serta bad banks yang dilikuidasi. Dengan kesiapan dari sisi perbankan dan otoritas, semestinya sistem perbankan lebih berdaya tahan. 

Senada, Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan kondisi perbankan sudah lebih kuat seiring regulasi yang lebih baik. Pada 1997-1998, perbankan bahkan tidak mengenal Batas Minimal Penyaluran Kredit. Indonesia juga tidak memiliki Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan LPS. “Banyak perbedaan,” ujarnya.

Sejauh ini, ia berpendapat, NPL terkendali dengan adanya berbagai kebijakan. Sedangkan likuiditas perbankan masih dalam kondisi normal. Ini seiring pelonggaran ketentuan Giro Wajib Minimum hingga injeksi likuiditas yang terus dilakukan BI lewat operasi moneter.

Sedangkan mengutip laporan tim analis Moody’s, likuiditas akan terjaga lantaran pertumbuhan dana masih sejalan dengan pertumbuhan kredit. Ini seiring melemahnya permintaan kredit. Meskipun, likuiditas dolar mengetat seiring arus keluar modal asing dari pasar keuangan domestik.  

Menurut David, dalam menghadapi tekanan ekonomi saat ini, yang terpenting adalah jeli melihat sektor-sektor bisnis yang rentan dan bisa dibantu oleh pemerintah. “Supaya perusahaan-perusahaan, perbankan, dan pegawai atau masyarakat secara umum bisa menerima manfaat,” ujarnya.