Tiga Hal Penting dalam Membangun Marketplace
Ketika hendak mendirikan Tokopedia sepuluh tahun lalu, saya sempat mendatangi orang kaya satu-satunya yang saya kenal. Kepada bos tempat saya bekerja ini, saya menceritakan ide untuk membangun marketplace pertama di Indonesia.
Beliau seorang visioner, yang kemudian memperkenalkan saya kepada teman-temannya, para calon pemodal. Lalu, selama dua tahun, saya mencoba untuk meyakinkan mereka, dan rata-rata menanyakan kepada saya lima hal.
Keberanian
Dua pertanyaan awal tentang industri yang tidak punya rekam jejak. “William, bisa tidak kamu sebutkan satu saja orang Indonesia yang menjadi kaya karena bisnis teknologi?” atau “Indonesia ini negara pasar yang begitu menjanjikan. Yang ingin kamu dirikan bukan sesuatu yang orisinal. Ketika kamu membuktikan ke dunia bahwa Indonesia butuh marketplace, raksasa-raksasa global akan berbondong-bondong datang ke Indonesia. Mereka punya teknologi, uang, segalanya. Bagaimana mungkin kamu bisa melawan mereka?”
Tiga pertanyaan susulan tentang masa lalu pribadi saya. Pertanyaan tentang latar belakang keluarga saya. Dalam kondisi saya sebagai tulang punggung keluarga, tidak akan ada yang bisa menggantikan apa pun jika saya gagal.
Lalu pertanyaan tentang latar belakang pendidikan. Walau kuliah Teknik Informatika, saya lebih memandang saya lulusan warnet, karena sepanjang kuliah saya lebih banyak menghabiskan waktu di warnet. Kemudian pertanyaan tentang latar belakang entrepreneurship saya. Saya tidak punya pengalaman membangun bisnis apa pun sebelumnya.
Saat ingin mendirikan perusahaan, saya menyadari memulai bisnis adalah tentang membangun kepercayaan. Sayangnya, kepercayaan sering diukur dari rekam jejak.
Sampai di satu titik saya mendapatkan nasihat untuk tidak bermimpi muluk-muluk, dan mencari hal yang lebih realistis.
Saat itulah justru saya menemukan tujuan hidup. Alasan membangun Tokopedia adalah untuk memecahkan masalah kepercayaan. Saat ingin mendirikan perusahaan, saya menyadari memulai bisnis adalah tentang membangun kepercayaan. Sayangnya, kepercayaan sering diukur dari rekam jejak masa lalu. Di titik ini saya menemukan semangat bambu runcing pertama saya, tentang keberanian.
Saya menemukan keberanian untuk percaya masa lalu adalah hal yang tidak bisa kita ubah, tapi masa depan ada di tangan kita sendiri. Keberanian untuk percaya kepada diri sendiri ketika belum mendapatkan kepercayaan dari orang lain.