Kemenkeu: Pajak Pedagang E-Commerce Fokus ke Administrasi, Bukan Penerimaan

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.
Warga berbelanja secara daring di salah satu situs lokapasar di Jakarta, Senin (2/12/2024). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pertumbuhan sektor-sektor digital di Indonesia, termasuk lokapasar (e-commerce), logistik, perjalanan, dan pembayaran, mencapai 16-18 persen secara tahunan yang diharapkan dapat mempercepat pembangunan perekonomian nasional.
15/7/2025, 16.32 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi pedagang di e-commerce bukan ditujukan untuk mengejar penerimaan negara semata, melainkan sebagai upaya menyederhanakan administrasi dan meningkatkan kepatuhan pajak.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menuturkan, dampak penerapan aturan ini tidak akan langsung terlihat dari sisi penerimaan negara pada tahun ini.

“Dampaknya tidak semata-mata langsung tahun ini kita rasakan. Kami melihat ini sebagai kerangka kepatuhan wajib pajak dan kemudahan administrasi, yang dampaknya jauh lebih besar daripada dampak rupiahnya,” kata Yon dalam taklimat media, dikutip di Jakarta, Selasa (15/7).

Menurut Yon, pungutan ini bukan merupakan jenis pajak baru. Pedagang dengan omzet di atas Rp 500 juta per tahun memang sudah dikenai PPh sebesar 0,5%, baik yang bersifat final maupun tidak final. Bedanya, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, pajak itu kini dipungut oleh e-commerce atas nama pedagang.

“Kami banyak mendapat masukan agar pedagang juga mendapatkan perlakuan serupa, yaitu pajaknya dipungut otomatis. Diharapkan ini dapat meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak,” kata Yon.

Selama ini kepatuhan sering terkendala oleh kurangnya pengetahuan dan terbatasnya infrastruktur di sisi wajib pajak. Dengan sistem pemungutan otomatis oleh platform, pedagang tak perlu lagi menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak secara mandiri.

Dengan simplifikasi dan kemudahan administrasi, DJP berharap kepatuhan wajib pajak meningkat. “Dalam jangka panjang, ini jauh lebih berkelanjutan dibanding dampak penerimaan, apalagi tarif 0,5% relatif kecil,” ujar dia.

Dasar Hukum Pajak Bagi Pedagang Online di E-Commerce

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah resmi menetapkan PMK 37/2025 pada 11 Juni 2025 dan aturan ini diundangkan pada 14 Juli 2025. Regulasi ini menugaskan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) atau e-commerce sebagai pihak pemungut PPh 22 atas transaksi pedagang daring.

Besaran pungutan ditetapkan 0,5% dari omzet bruto pedagang, di luar kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Kebijakan ini hanya berlaku bagi pedagang dengan omzet tahunan di atas Rp 500 juta, yang dibuktikan dengan surat pernyataan kepada lokapasar. Pedagang dengan omzet di bawah batas tersebut tidak dikenai pungutan.

Selain itu, beberapa transaksi dikecualikan dari pungutan ini, seperti layanan ekspedisi, transportasi daring (ojek online), penjualan pulsa, dan perdagangan emas.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Antara