Pedagang E-Commerce Beromzet di Atas Rp500 Juta Kena Pajak 0,5%, Ini Aturannya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi di platform niaga elektronik atau e-commerce. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 11 Juli 2025 dan diundangkan 14 Juli 2025.
Dengan demikian, pedagang di e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, hingga TikTok Shop akan dikenakan pajak 0,5% yang dipungut oleh penyelenggara platform. Pungutan ini berlaku untuk pedagang dengan omzet di atas Rp 500 juta per tahun.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyebut aturan ini diterbitkan seiring pesatnya pertumbuhan perdagangan digital di Indonesia, terutama pasca-pandemi Covid-19.
“Perkembangan ini diperkuat oleh besarnya populasi Indonesia, meningkatnya penggunaan smartphone dan internet, serta kemajuan teknologi finansial yang mempermudah transaksi daring,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, di Jakarta, Senin (14/7).
Menurut Rosmauli, kebijakan ini diharapkan mendorong kemudahan administrasi perpajakan, menciptakan level playing field antara pelaku usaha digital dan konvensional, sekaligus mendukung pertumbuhan ekosistem ekonomi digital.
“Pungutan ini bukan pajak baru, melainkan penyederhanaan tata cara pemungutan yang sebelumnya dilakukan manual, kini disesuaikan dengan sistem perdagangan digital,” ujar Rosmauli.
Ia menambahkan, mekanisme serupa sudah diterapkan di negara lain, seperti Meksiko, India, Filipina, dan Turki.
E-commerce Jadi Pemungut Pajak
Melalui aturan ini, e-commerce atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) ditunjuk sebagai pemungut PPh 22 dari pedagang yang bertransaksi di platform mereka.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) PMK 37/2025, besaran pungutan ditetapkan sebesar 0,5% dari omzet bruto setahun, di luar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pungutan ini berlaku untuk pedagang dengan omzet di atas Rp 500 juta per tahun. Pedagang wajib menyerahkan surat pernyataan kepada marketplace paling lambat akhir bulan saat omzetnya melewati batas tersebut.
Sebaliknya, pedagang dengan omzet di bawah Rp 500 juta dibebaskan dari pungutan, asalkan menyerahkan surat pernyataan kepada platform.
Pengecualian Pungutan
Ada beberapa jenis transaksi yang dikecualikan dari pungutan ini, yakni:
- Jasa pengiriman atau ekspedisi oleh mitra aplikasi transportasi online.
- Pedagang yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) pemotongan atau pemungutan PPh.
- Penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan bukan emas, batu permata, dan sejenisnya oleh pabrikan, pedagang, atau pengusaha emas batangan.
- Transaksi pulsa, kartu perdana, serta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berikut perjanjian pengikatannya.
Rosmauli menyebut, aturan ini memperjelas mekanisme pungutan berbasis sistem dan mewajibkan marketplace menyampaikan informasi kepada DJP.
“Harapannya, pelaku UMKM bisa lebih mudah menjalankan kewajiban pajaknya, mendapat perlakuan setara, dan ikut mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang sehat dan berkeadilan,” ujarnya.
PMK 37/2025 ini mulai berlaku sejak 14 Juli 2025, bertepatan dengan tanggal diundangkannya.