Mikroplastik Ditemukan di Darah hingga ASI, Sebabkan Kanker hingga Stroke
Laporan terbaru The Lancet yang rilis 3 Agustus lalu, menunjukkan bahwa krisis plastik dunia menyebabkan penyakit dan kematian bagi bayi hingga lanjut usia. Setidaknya, krisis plastik harus bertanggung jawab atas kerugian kesehatan senilai US$1,5 triliun atau sekitar Rp24.585 triliun (kurs Rp16.390/US$) per tahun.
Jumlah kerugian tersebut baru mencakup akibat dari tiga bahan kimia plastik, yaitu polybrominated diphenyl ether (PBDE), bisphenol A (BPA), dan di-ethylhexyl phthalate (DEHP), di 38 negara.
“Dampaknya paling terasa pada populasi rentan, terutama bayi dan anak-anak. Dampaknya mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat. Kita wajib merespons,” tutur Dokter Spesialis Anak dan Ahli Epidemiologi sekaligus penulis utama laporan, Prof. Philip Landrigan, dikutip dari The Guardian, Selasa (5/8).
Janin, bayi, dan anak kecil, sangat rentan terhadap bahaya plastik. Beberapa risikonya adalah keguguran, lahir prematur, lahir mati, cacat lahir, gangguan pertumbuhan paru-paru, kanker anak, atau masalah kesuburan di kemudian hari.
Sampah plastik dapat terurai menjadi mikroplastik dan nanoplastik, kemudian masuk ke tubuh manusia melalui makanan, minuman, atau pernapasan.
Riset telah memaparkan bahwa partikel-partikel tersebut ditemukan dalam darah, ASI, air mani, otak, plasenta, dan sumsum tulang. Meski sebagian besar dampak kesehatannya belum diketahui, para ahli menyebut ada kaitan jelas temuan partikel ini dengan gangguan kesehatan stroke dan serangan jantung.
Produksi Plastik Diproyeksikan Terus Meningkat
Produksi plastik telah meningkat hingga 200 kali lipat, jika dibandingkan pada tahun 1950. Para ahli memproyeksikan, peningkatan produksi ini akan mencapai tiga kali lipat lagi hingga menghasilkan satu miliar ton per tahun pada 2060.
Saat ini, ada 8 miliar ton polusi plastik di bumi. Dari jumlah tersebut, kurang dari 10% plastik di daur ulang.
Setiap tahapan dari plastik, ekstraksi bahan bakar fosil, produksi, penggunaan, hingga pembuangan, memberi dampak negatif bagi manusia dan planet. Dampaknya seperti polusi udara, paparan bahan kimia beracun, serta infiltrasi mikroplastik ke dalam tubuh.
Di samping itu, polusi plastik juga dapat meningkatkan jumlah nyamuk pembawa penyakit, sebab air yang tertampung dalam sampah plastik menjadi tempat nyamuk berkembang biak.
Negara penghasil minyak dan industri plastik cenderung fokus pada solusi daur ulang plastik, bukan pada pengurangan produksi. Akan tetapi, plastik tidak seperti kertas, baja, kaca, atau aluminium. Plastik secara kimiawi kompleks tidak mudah didaur ulang.