India dan NASA Luncurkan Satelit untuk Lacak Perubahan Terkecil Bumi
NASA dan India bekerja sama meluncurkan satelit pemetaan Bumi yang mampu melacak bahkan perubahan terkecil pada daratan dan es.
Misi senilai US$ 1,3 miliar atau Rp 21,3 triliun (kurs Rp 16.390/US$) ini akan membantu peramal cuaca dan petugas pertolongan pertama selangkah lebih maju dalam menghadapi banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan bencana lainnya.
Satelit yang diluncurkan dari India ini akan mensurvei hampir seluruh wilayah Bumi berkali-kali. Dua radar yang dimilikinya — satu dari Amerika Serikat (AS) dan yang lainnya dari India — akan beroperasi siang dan malam, menembus awan, hujan, dan dedaunan untuk mengumpulkan banyak data dengan detail yang luar biasa.
Sinyal gelombang mikro yang dipancarkan ke Bumi dari radar ganda akan dipantulkan kembali ke reflektor antena super besar satelit yang bertengger di ujung boom seperti payung pantai. Para ilmuwan akan membandingkan sinyal masuk dan keluar saat pesawat ruang angkasa melintasi lokasi yang sama dua kali setiap 12 hari, menguraikan perubahan hingga sekecil 1 cm.
Kolaborasi Strategis AS dan India
"Selamat kepada India!" kata Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi India, Jitendra Singh, dalam unggahan di akun X setelah satelit berhasil mencapai orbit, seperti dikutip AP News, Rabu (30/7). Ia menyebut misi ini akan memberikan manfaat bagi seluruh komunitas dunia.
Wakil Administrator Asosiasi NASA, Casey Swails, yang merupakan bagian dari delegasi kecil yang berangkat ke India untuk peluncuran tersebut, mengatakan peluncuran satelit ini benar-benar menunjukkan kepada dunia apa yang dapat dilakukan oleh AS dan India.
Perlu waktu seminggu penuh untuk memperpanjang boom satelit sepanjang 9 meter dan membuka reflektor berbentuk drum berdiameter 12 meter yang terbuat dari kawat berlapis emas. Operasi ilmiah akan dimulai pada akhir Oktober 2025.
Di antara pengukuran satelit yang paling mendesak mencakup mencairnya gletser dan lapisan es kutub; pergeseran pasokan air tanah; pergerakan dan tekanan permukaan tanah yang memicu tanah longsor dan gempa bumi; serta gangguan hutan dan lahan basah yang meningkatkan emisi karbon dioksida dan metana.
"Ini adalah satelit radar pertama di jenisnya yang akan mengubah cara kita mempelajari planet asal kita dan memprediksi bencana alam dengan lebih baik sebelum terjadi," kata Kepala Misi Sains NASA, Nicky Fox, sebelum satelit lepas landas, pada Rabu (30/7). Ia adalah bagian dari delegasi NASA yang menghadiri peluncuran secara langsung.
NASA menyumbang US$ 1,2 miliar atau Rp 19,67 triliun untuk misi tiga tahun ini. NASA juga memasok radar frekuensi rendah dan reflektor. Kontribusi Organisasi Penelitian Antariksa India sebesar US$ 91 juta atau Rp 1,49 triliun mencakup radar frekuensi tinggi dan struktur satelit utama, serta peluncuran dari sebuah pulau penghalang di Teluk Benggala. Ini adalah kolaborasi antariksa terbesar antara kedua negara.
Satelit yang disebut NISAR — kependekan dari NASA-ISRO Synthetic Aperture Radar — akan beroperasi dari orbit yang hampir melingkari kutub pada ketinggian 747 kilometer. Satelit ini akan bergabung dengan puluhan misi observasi Bumi yang telah dioperasikan oleh AS dan India.