Meski dana investor asing diprediksi akan terus masuk hingga tahun depan, nyatanya risiko investasi di dalam negeri meningkat. Credit Default Swap (CDS) surat berharga negara (SBN) terus merangkak naik. Kenaikan CDS mengindikasikan adanya peningkatan persepsi terhadap risiko investasi di Indonesia.
Berdasarkan data per 26 Oktober, CDS SBN tenor 5 tahun berada di posisi 159,13, nyaris dua kali lipat dari posisi awal tahun 85,32. CDS SBN untuk tenor 10 tahun berada di posisi 227,19, juga lebih tinggi dibandingkan posisi awal tahun 154,4.
Namun, David menilai CDS masih dalam posisi yang relatif baik, lantaran tidak mengalami melonjak drastis. Hal ini menopang arus masuk dana asing. "Relatif oke dibanding ketika taper tantrum. Pada 2008, (CDS) bahkan sampai 20 persenan dan suku bunga SBN 20%," ujarnya. (Baca: Risiko Investasi Meningkat, Dana Asing Masih Mengalir Masuk)
Menurutnya, meningkatnya CDS adalah imbas kenaikan bunga acuan Amerika Serikat (AS) yang memicu aliran keluar dana asing dari pasar keuangan domestik. Seiring perekonomian yang membaik, suku bunga AS berpeluang naik 100 basis poin lagi hingga tahun depan dan investor akan tertarik membenamkan modalnya ke aset dolar.
Kenaikan CDS juga dipengaruhi defisit transaksi berjalan yang menunjukkan pasokan valuta asing (valas) dari ekspor tidak mampu mengimbangi kebutuhan impor. Dampaknya, nilai tukar mata uang lebih rentan gejolak. Kenaikan CDS akibat defisit transaksi berjalan sama seperti yang terjadi di Filipina. Di sisi lain, CDS negara yang mengalami surplus transaksi berjalan seperti Malaysia dan Thailand hanya mengalami sedikit kenaikan CDS.
Arus masuk dana asing ke pasar SBN di tengah CDS yang merangkak naik, menunjukkan kepercayaan investor global terhadap kebijakan moneter BI yang konsisten mengerek bunga acuan. Ini memang perlu dilakukan merespons kenaikan bunga AS, demi memertahankan posisi CDS agar tidak melambung tinggi.