Tarif Gojek, Impor via E-Commerce, dan Transaksi Kode QR Naik di 2020

Desy Setyowati
31 Desember 2019, 16:52
Tarif Gojek, membeli produk Impor lewat E-Commerce, dan Transaksi Kode QR Naik pada 2020
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ilustrasi, warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara online di Jakarta, Jumat (27/12/2019).

Perusahaan penyedia layanan on-demand, Gojek menaikkan biaya jasa GoCar per kemarin (30/12). Selain itu, akan ada biaya tambahan atas transaksi menggunakan kode Quick Response (QR Code) dan membeli barang impor minimal Rp 42 ribu lewat e-commerce mulai tahun depan.

Biaya jasa GoCar meningkat dari Rp 2 ribu menjadi Rp 4 ribu per pesanan. Tarif tersebut merupakan biaya tambahan yang dikenakan kepada pengguna, untuk peningkatan layanan.

Senior Manager Corporate Affairs Alvita Chen membenarkan kenaikan biaya jasa tersebut. “Biaya jasa tidak mengubah pendapatan mitra driver GoCar dan sesuai dengan peraturan pemerintah," kata dia kepada Katadata.co.id, hari ini (31/12).

Biaya jasa itu berlaku untuk layanan GoCar Reguler, GoCar L, GoArmada, dan GoCar Bird. Tambahan biaya itu sudah diterapkan sebelum Juli 2019 lalu.

(Baca: Gojek Naikkan Biaya Jasa GoCar hingga Tarif GoRide Akhir Tahun Ini)

Selain itu, Alvita membenarkan bahwa tarif layanan perjalanan menggunakan GoRide naik. “Untuk memastikan tersedianya layanan yang mampu menjawab kebutuhan pelanggan, Gojek melakukan penyesuaian biaya tarif layanan,” kata dia.

Namun, dia tidak menjelaskan waktu maupun besaran kenaikannya. Alvita hanya menjelaskan bahwa penyesuaian itu mempertimbangkan keseimbangan antara permintaan (supply) dan permintaan (demand).

Selain itu, pengguna dompet digital seperti GoPay, OVO, DANA, LinkAja dan lainnya bakal dikenakan biaya merchant discount rate (MDR) dengan teknologi kode Quick Response (QR Code) 0,7% per transaksi awal tahun depan. Saat ini, pengguna tidak dikenakan biaya apapun atas transaksi menggunakan kode QR.

(Baca: BI: Biaya Transaksi Kode QR 0,7% Tergolong Murah)

Aturan terkait biaya transaksi itu sejalan dengan penerapan standardisasi kode QR atau QRIS. Meski tidak lagi gratis, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Pungky Wibowo menilai tarif tersebut tergolong murah.

Switching di Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) 1%, sedangkan QRIS hanya 0,7%. Jadi sudah pasti lebih murah,” kata Pungky di Jakarta, beberapa waktu lalu (8/9).

Berdasarkan aturan mengenai GPN, pedagang yang memakai kartu debit dan kredit dikenakan tarif 0,15% untuk transaksi on us dan 1% off us. Disebut on us misalnya, pengguna kartu debit atau kredit Bank Central Asia (BCA) menggunakan mesin EDC milik perusahaan yang sama.

Sedangkan contoh off us, uang elektronik dan mesin EDC yang digunakan dimiliki oleh perusahaan yang berbeda.

(Baca: Pelaku UMKM Minta BI Bebaskan Biaya Transaksi Kode QR 0,7%)

Tahun depan, penggunaan kode QR dalam bertransaksi tidak lagi gratis. Untuk pembayaran biaya pendidikan, tarifnya hanya 0,6%. Lalu, untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) hanya 0,4%.

Selain itu, konsumen yang membeli produk impor di atas US$ 3 atau sekitar Rp 42 ribu per invoice melalui e-commerce dikenakan bea masuk mulai akhir Januari 2020. Besarannya 7,5% dari nilai barang.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga akan menghilangkan ambang batas pengenaan pajak barang impor. Dengan begitu, seluruh barang kiriman dengan nilai berapapun dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%.

(Baca: Impor Barang di Atas Rp 42 Ribu Lewat e-Commerce Bakal Kena Bea Masuk)

Reporter: Cindy Mutia Annur, Fahmi Ahmad Burhan
Video Pilihan
Loading...

Artikel Terkait