Pertaruhan “Akrobat” Penyelamatan Bumiputera

Arief Kamaludin|KATADATA
30/11/2016, 10.40 WIB

Bagaimana persisnya langkah ini bakal ditempuh? Prosesnya ternyata melalui sejumlah tahapan super rumit, yang sudah dijalankan sejak Juni lalu.

Di tahap awal, AJB Bumiputera mendirikan sebuah induk usaha baru bernama PT Bumiputera Sembilan Belas Dua Belas (B1912). Lantas, di bawah naungan perusahaan induk baru ini, dibentuk tiga unit usaha, yakni PT Bumiputera Investama Indonesia (BII), PT Bumiputera Properti Indonesia (BPI), dan PT Bumiputera Life Insurance (BLI).

Di ketiga unit usaha inilah, unit-unit usaha lama AJB Bumiputera selanjutnya ditampung. BLI akan menjalankan bisnis asuransi jiwa. Sedangkan BPI akan menjalankan kegiatan usaha di bidang properti. Sementara itu, bisnis asuransi non-jiwa, sekuritas, multifinance, properti dan syariah di bawah naungan BII.

Dengan pemindahan itu, maka seluruh aset, hak tagih premi, agen asuransi jiwa AJB Bumiputera beralih ke BLI. Sebagai imbalannya, BLI memberikan komitmen pinjaman senilai Rp 23,5 triliun kepada AJB Bumiputera.

Transaksi serupa dilakukan oleh BPI yang mengambil alih tanah dan bangunan milik AJB Bumiputera, serta saham PT Wisma Bumiputera, PT Bumiputera Mitrasarana, dan PT Bumiputera Wisata. Sebagai konsekuensinya, BPI berutang Rp 6,5 triliun kepada AJB Bumiputera.

Kewajiban BLI dan BPI senilai total Rp 30 triliun itulah yang kemudian diambil alih oleh B1912 melalui penandatangan surat perjanjian pengakuan utang (promes) dengan AJB Bumiputera.

Tahapan selanjutnya, yaitu transaksi antara AJB Bumiputera dan PT Pacific Multi Industri (PMI), anak perusahaan  Evergreen. AJB Bumiputera dalam hal ini menjual seluruh sahamnya di B1912, yang membuat kepemilikannya sepenuhnya beralih ke PMI.

Langkah ini kemudian diikuti dengan pengambilalihan semua utang B1912 oleh Evergreen selaku induk PMI senilai Rp 30 triliun melalui perjanjian novasi. Dalam perjanjian itu, Evergreen berjanji akan melunasi utang selambat-lambatnya pada 31 Desember 2016 dengan cara penggalangan dana melalui rights issue.

Banyak dugaan, jika skema ini berhasil, maka nantinya Evergreen akan berganti nama menjadi B1912, sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia. Dengan begitu, AJB Bumiputera yang kini berbentuk mutual akan bertransformasi menjadi perusahaan publik yang sahamnya di pasar modal, tanpa perlu repot-repot melakukan penawaran saham perdana (IPO).

Dengan kata lain, Evergreen hanyalah menjadi perusahaan cangkang bagi AJB Bumiputera melakukan backdoor listing. “Ketika menyusun langkah restrukturisasi setahun lalu, saat itu memang dicari perusahaan yang tidak aktif di bursa untuk dijadikan perusahaan cangkang,” kata sumber yang terlibat dalam proses restrukturisasi ini.

Kenapa cara melingkar itu ditempuh, Adhi Massardie menjelaskan bahwa ini dikarenakan AJB Bumiputera bukan berbentuk perseroan terbatas yang sudah melantai di bursa sehingga bisa leluasa menjaring dana investor. “Kami tidak bisa masuk ke pasar.” Itu sebabnya, “(Kami) bekerjasama dengan Evergreen.”

Berbagai pertanyaan masih menggantung di benak banyak orang tentang skema restrukturisasi ini. Salah satunya soal kecukupan dana Rp 30 triliun itu untuk bisa benar-benar menyehatkan kondisi keuangan AJB Bumiputera.

Ada yang menduga, dana sebesar ini hanya akan memperpanjang napas untuk sementara waktu. “Kemungkinan dana yang dibutuhkan jauh lebih besar, bisa mencapai Rp 50 triliun,” ujar seorang bankir investasi senior.

Pertanyaan lainnya, siapa saja investor yang bisa digandeng masuk dalam upaya bersama penyelamatan yang penuh risiko ini, berhubung mengandalkan AJB Bumiputera sebagai standby buyer, sangatlah tidak realistis. Besar kemungkinan mereka adalah lembaga-lembaga keuangan pengelola dana pensiun dan perusahaan asuransi milik negara, seperti PT Asabri, PT Taspen, Jiwasraya dan BPJS.

Adhi tak menampik hal ini. Ia bahkan mengatakan, Komisioner OJK Bidang Industri Keuangan Non-Bank Firdaus Djaelani telah meminta agar investor lokal diutamakan. Karena itu, komunikasi pun telah dilakukan ke Asabri dan Taspen. “Pak Firdaus mengawasi langsung, OJK all out betul.” Pengelola dan OJK ingin mempertahankan Bumiputera sebagai simbol asuransi nasional.

Meski begitu, tampaknya masih ada sejumlah aspek yang masih ditelaah oleh OJK, antara lain soal rencana penggunaan dana hasil rights issue dan pembeli siaganya. Itu sebabnya, izin belum juga dikeluarkan. “Semua masih dalam penelaahan,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida. Namun, ia menolak menjelaskan lebih jauh. “Saya no comment dulu.”

Reporter: Desy Setyowati