Adu Kuat Tim Hukum Prabowo vs Jokowi Mengawal Sengketa Pilpres di MK

123RF.com
Pertarungan tim pengacara Prabowo vs Jokowi dalam sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Penulis: Ameidyo Daud
28/5/2019, 07.00 WIB

Nama Luhut Pangaribuan merupakan pengacara sekaligus dosen fakultas hukum UI. Luhut sempat panjang berkarir di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta hingga menjadi pimpinan di sana. Setelahnya ia membuka kantor advokat sendiri bahkan sempat menjadi kuasa hukum Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Sedangkan untuk Teguh Samudera, sengketa Pilpres ini bukan pertama kalinya dihadapi. Pada 2014, Teguh juga menjadi salah satu pengacara Jokowi-Jusuf Kalla dalam gugatan ke MK. Dari berbagai sumber, beberapa kasus yang pernah ditanganinya adalah kasus pernikahan bawah umur yang dilakukan Syeikh Puji serta percobaan suap Anggodo Widjojo kepada KPK.

Nama-nama lainnya yang berada dalam struktur antara lain Ade Irfan Pulungan sebagai Sekretaris Tim. Tim juga berisi tujuh anggota yang terdiri dari Arteria Dahlan, Hermawi Taslim, Dini Purwono, Pasang Haro Rajagukguk, Muslim Jaya Butarbutar, Hafzan Tahir, dan Muhammad Nur Aris.

Selain itu, ada empat ahli dalam tim seperti Direktur Saksi TKN Arif Wibowo, mantan Ketua KPU Juri Ardiantoro, mantan Komisioner KPU I Gusti Putu Artha, hingga mantan Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak. Ada juga 18 orang yang masuk dalam tim penyiapan materi, salah satunya diisi politisi Golkar Christina Aryani.

(Baca: Hadapi Gugatan Prabowo di MK, Tim Jokowi Siapkan Puluhan Pengacara)

Menebar Perang Urat Syaraf

Meski belum membeberkan strategi bertahan, namun Yusril sudah menebar perang urat syaraf. Dalam keterangan tertulisnya, ia mengatakan pihak yang dibebani dalam gugatan merupakan pihak yang menuduh adanya kecurangan. Pembuktian menjadi hal paling ditunggu. "Itu dalil umum hukum acara," kata Yusril beberapa hari lalu. 

Senada dengan Yusril, Ahli Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Indra Perwira mengatakan hal yang paling penting dilakukan tim hukum 02 adalah meyakinkan hakim MK apakah kecurangan yang dilaporkan memenuhi syarat TPM seperti kerap disampaikan.

"Misal ada kecurangan, ada di mana, daerah mana, berapa jumlahnya," kata Indra kepada Katadata hari Jumat (24/5). "Sedangkan Jokowi dan sekondannya sebenarnya tinggal duduk manis (menunggu) saja," sambungnya.

Meski demikian, Indra memprediksi cukup berat bagi Prabowo untuk membuktikan kecurangan pada 16,9 juta suara. Harapan di MK baru ada apabila selisih suara hasil Pilpres hanya terpaut tipis antara kedua calon. "Misal satu atau dua juta saja," kata dia. Berdasarkan penelusuran Katadata.co.id, gugatan kecurangan Pilpres sejak 2004 selalu ditolak MK karena kurang kuatnya bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat.

Adapun Ketua MK Anwar Usman memastikan netralitasnya dalam memutuskan hasil gugatan ini. Putusan akan dilakukan berbasiskan kejelasan bukti dan fakta yang disampaikan oleh penggugat dalam sidang yang dimulai 14 Juni mendatang. "Kami 100% independen," kata Anwar hari Kamis (24/5) lalu.

Saat ini masih terlalu dini untuk memprediksi kubu mana yang bakal menang dalam sengketa Pilpres 2019. Kekuatan bukti-bukti yang diajukan dalam proses persidangan lah yang akan menentukan hasil akhirnya. 

(Baca: Tudingan Kecurangan dari Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019)