Mudik Lebaran 2019, Minim Kecelakaan tapi Macet Panjang saat Balik

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Penulis: Ameidyo Daud
13/6/2019, 15.20 WIB

Pemerintah menganggap pelaksanaan mudik pada lebaran 2019 lebih baik ketimbang tahun lalu. Ini tercermin dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Dia beralasan baru pada mudik tahun ini, angka kecelakaan dan korban meninggal pada arus mudik tahun ini relatif berkurang ketimbang tahun lalu. Penanganan arus mudik pun sudah relatif baik, tapi tetap terjadi kemacetan panjang saat arus balik.

Wiranto mengatakan hingga hari Senin (10/6) lalu atau H+5 lebaran, angka kecelakaan lalu lintas pada mudik tahun ini sebanyak 529 atau menyusut dari 1.491 kecelakaan yang terjadi pada mudik tahun lalu. Sedangkan jumlah korban meninggal pada mudik tahun ini juga turun ketimbang mudik 2018 menjadi 132 korban dari 331 orang tahun 2018. "Termasuk paling parah di Danau Toba (2018)," kata Wiranto.

(Baca: Jumlah Kecelakaan saat Mudik Lebaran Turun 66% Dibanding Tahun Lalu)

Dari data Sistem Informasi Angkutan dan Sarana Transportasi (SIASATI) Kementerian Perhubungan hingga H+7 lebaran, terlihat penurunan pemudik yang menggunakan kendaraan sepeda motor turun hingga 9,7 persen dibanding tahun lalu. Tercatat, hanya 1,23 juta kendaraan roda dua yang melintas jalur mudik secara kumulatif. 

Angka terbesar justru terlihat dari pemudik yang menggunakan mobil pribadi. Dari data SIASATI, pertumbuhan kendaraan roda empat untuk mudik mencapai 4,26 juta mobil atau naik 22,5 persen dari tahun lalu. Angkutan penumpang seperti bus juga tumbuh 10,7 persen menjadi 3,89 juta penumpang dari mudik tahun lalu. 

"Penurunan jumlah pemudik sepeda motor berdampak positif terhadap turunnya angka kecelakaan," kata Kepala Posko Tingkat Nasional Angkutan Lebaran Terpadu 2019, Imran Rasyid. Sepanjang Operasi Ketupat pada lebaran 2018, tercatat 1.666 motor mengalami kasus kecelakaan.

(Baca: Mempermudah Perjalanan dengan Mudik Gratis Pengendara Motor)

Cerita lain adalah semakin hilangnya titik-titik kemacetan lantaran adanya sejumlah ruas tol beroperasi. Pada akhir 2018 lalu, pemerintah resmi mengoperasikan jalan tol Trans Jawa yang membentang dari Merak (Banten) hingga Probolinggo (Jawa Timur). Sedangkan di Sumatra, tol dari Bakauheni (Lampung) hingga Palembang (Sumatera Selatan) mulai difungsikan. 

Dari aplikasi pemantauan Google Maps, jarak Surabaya menuju Jakarta sepanjang 781 kilometer dapat ditempuh dengan waktu 9 jam 44 menit saja. Sedangkan Yogyakarta menuju Jakarta sepanjang 562 kilometer hanya ditempuh 7 jam 43 menit. 

Tanda kemacetan juga hanya berada di sekitar tol Cikampek dengan lama kemacetan dapat memperlambat pengemudi selama 9 menit saja. Padahal dua tahun lalu, masih ada pemudik yang dapat menempuh perjalanan ke kampung halamannya yang relatif dekat di pulau Jawa dengan memakan waktu 24 jam. 

(Baca: Lima Aplikasi Pemantau Macet Saat Arus Mudik dan Balik)

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bersyukur banyak pemudik yang mengatakan kepadanya, arus mudik Lebaran tahun ini berjalan lancar. Jalan tol Jakarta-Surabaya telah memberikan kontribusi besar dalam penyelenggaraan mudik tahun ini lebih baik Namun, dia juga mengakui penanganan arus balik tahun ini belum maksimal. "Itu harus kami akui dan perbaiki. Kalau ada kekurangan kami minta maaf," ujarnya di Jakarta, Rabu (12/6).

Kemacetan Panjang Arus Balik

Berbeda dengan saat mudik, masyarakat justru kesulitan ketika ingin kembali ke Jakarta. Yanto Kurniawan, seorang pegawai swasta di Jakarta, mengakui mudik lebaran tahun ini sudah cukup baik. Dia bisa pulang kampung dengan lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, kondisi ini hanya terjadi saat arus mudik, tidak saat arus balik.

Dia tak menyangka bakal absen pada hari pertama kerja setelah libur lebaran. Pada Senin pagi (10/6) dia masih di perjalanan menuju Jakarta. Perjalanan balik dari kampungnya di Semarang ke Jakarta harus ditempuh selama 15 jam. Padahal, saat mudik sepekan sebelumnya, waktu tempuh kedua kota ini hanya 8 jam. "Macetnya panjang. Saya pikir lama perjalanan mudik dengan balik sama, makanya saya berangkat dari kampung itu siang (9/10)," ujarnya kepada katadata.co.id, Rabu (13/6).

Lalu lintas kendaraan di Tol Trans Jawa ke arah Jakarta memang sangat padat sejak H+2 bahkan hingga H+5. Puncaknya pada Minggu (9/10). Jasa Marga mencatat rekor melayani kendaraan dengan jumlah tertinggi sepanjang sejarah pada 9 Juni lalu. Sebanyak 166.574 kendaraan melintasi Tol Trans Jawa dari arah timur menuju Jakarta. Jumlah ini meningkat hampir tiga kali lipat dari rata-rata harian yang hanya 67.345 kendaraan. Saat arus balik lebaran tahun lalu, paling tinggi hanya 130.125 kendaraan.

Arus Balik Lebaran 2019 (ANTARA FOTO/AGUS)

Pemerintah sebenarnya sudah menyadari akan ada lonjakan arus lalu lintas balik ini. Beberapa strategi dan langkah antisipasi juga disiapkan, salah satunya pemberlakuan satu arah hingga pemindahan Gerbang Tol Cikarang Utama agar perjalanan pemudik tak terhambat. Selain itu ada pengaturan penggunaan rest area lantaran selama arus mudik, rest area menjadi salah satu penyebab kepadatan lalu lintas.

(Baca: Diskon Tarif Tol 15 Persen untuk Mengurai Kepadatan Arus Balik)

Kebijakan ketiga adalah rekomendasi peniadaan Gerbang Palimanan jika panjang kemacetan sudah mencapai hingga 3 Km. Terkait ini, Budi mengatakan akan mengeluarkan surat edaran kepada Kepolisian dan stakeholder terkait untuk melakukan diskresi tersebut. "Kami tidak ingin ambil resiko jika memang terjadi kemacetan. Ini dilakukan sebagai langkah antisipasi," kata Budi dalam keterangan resmi Kemenhub beberapa hari lalu. 

Meski sudah ada upaya antisipasi, masalah tetap saja terjadi. Saat puncak arus balik terjadi pada 9 Juni lalu, terjadi kemacetan parah kendaraan pemudik yang balik di Tol Cipali. Kemacetan akibat antrean kendaraan di gerbang tol Cikampek Utama menjalar hingga 19 kilometer. Bahkan, kemacetan terus terjadi sampai waktu cuti bersama dan libur lebaran usai.

Penumpukan kendaraan di gerbang tol menjadi pemandangan yang kembali terlihat dan belum sepenuhnya terselesaikan. Hal ini mengakibatkan macet hingga 15 jam bagi penumpang yang berasal dari Jawa Tengah bagian Barat seperti Purwokerto dan Banyumas.

(Baca: Strategi Pengelola Tol Cipali Antisipasi Kemacetan Arus Mudik Lebaran)

Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan persoalan kali ini terjadi bukan hanya berada pada operator transportasi, tapi utamanya adalah manajemen waktu cuti bersama. Djoko berharap pemerintah menyediakan  waktu yang sama untuk mudik dan balik, seperti pada Lebaran tahun lalu. 

Pada tahun ini, alokasi waktu untuk balik ternyata mepet dengan berakhirnya cuti bersama. Sebagai perbandingan, cuti bersama tahun 2018 mencapai 7 hari yaitu 11 hingga 14 Juni untuk arus mudik serta 18 hingga 20 Juni digunakan arus balik. Adapun libur bersama yang diteken Presiden Joko Widodo tahun ini hanya 3 hari yakni 3 dan 4 Juni untuk arus mudik dan 7 Juni hanya untuk arus balik.

“Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN-RB) seharusnya masuk tim Lebaran. Itu harus diwacanakan,” kata dia kepada katadata.co.id, beberapa hari lalu. 

(Baca: Kemenhub Paparkan 8 Strategi Antisipasi Arus Balik Bakauheni-Merak)

Cerita Negatif di Udara

Nasib berbeda dialami moda transportasi udara (pesawat terbang) yang pertumbuhan penumpangnya anjlok hingga 32,2 persen untuk keberangkatan dan 30,6 persen untuk kedatangan. Budi Karya mensinyalir adanya Trans Jawa dan mahalnya tiket pesawat membuat pemudik beralih moda transportasi dari udara ke darat.

(Baca: Menhub Sebut Dua Alasan Turunnya Jumlah Pemudik Menggunakan Pesawat)

Tercatat keberangkatan penumpang di Bandara Soekarno Hatta selama periode mudik turun dari 1,44 juta penumpang menjadi hanya 882 ribu penumpang. Adapun kedatangan penumpang di lokasi mudik seperti Bandara Juanda juga mengalami penyusutan penumpang dari 1,36 juta tahun lalu menjadi 833 ribu tahun ini. 

"Khusus untuk bandara-bandara yang ada di Pulau Jawa, itu menurun lebih banyak karena pindah menggunakan tol," kata Budi.

Senada dengan itu, maskapai juga telah menunjukkan keenggenannya mengoperasikan penerbangan tambahan. Ini agar kerugian akibat turunnya jumlah penumpang tidak terjadi. "Kalau ada extra flight kami rugi karena satu kaki, pergi penuh pulang kosong," kata Direktur Utama Sriwijaya Air Joseph Adriaan Saul. 

(Baca: Harga Tiket Pesawat Naik Cukup Tinggi Selama Libur Lebaran)