Harga Cabai Naik, Menakar Dampak Banjir Terhadap Inflasi

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Pedagang memilah cabai rawit merah yang dijajakannya di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Selasa (14/1/2020). Sejumlah pedagang mengatakan harga cabai di wilayah Jakarta mengalami kenaikan secara variatif seperti cabai keriting dari Rp55 ribu menjadi Rp70 ribu per kg dan cabai rawit merah dari Rp50 ribu menjadi Rp80 ribu per kg yang terjadi karena minimmya pasokan dari petani akibat tingginya curah hujan.
Penulis: Pingit Aria
20/1/2020, 18.27 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 0,34% pada Desember 2019. Namun, angka itu berpeluang naik pada bulan ini karena ancaman kenaikan harga bahan pangan pada musim hujan.

Data Bank Indonesia, inflasi pada pekan kedua Januari 2020 telah naik menjadi 0,41% secara bulanan atau 2,81% secara tahunan. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga beras. "Namun sesuai pola musiman dan karena belakangan ini terjadi hujan, terdapat pula komoditas lainnya yang mengalami kenaikan harga," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat ditemui di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (10/1) lalu.

(Baca: Cukai dan Harga Rokok Naik, Inflasi Tahun Ini Diprediksi Capai 3,3%)

Dia merinci, komoditas pangan selain beras mengalami kenaikan harga seperti cabai merah serta bawang merah. Kenaikan harga dua komoditas pangan ini dikarenakan tingginya curah hujan yang berakibat pada turunnya produksi di beberapa daerah, khususnya Jawa Tengah.

Kondisi ini juga terpantau di pasar-pasar tradisional. Di Pasar Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, hari ini harga cabai rawit merah sudah mencapai Rp 80 ribu per kilogram, naik hampir 100% dari harga normalnya.

“Bukan ambil untung, dari ambil di tengkulaknya sudah naik. Itu pun harus dipilih lagi karena banyak yang busuk,” kata Suci, seorang pedagang, Senin (20/1).

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) Bank Indonesia, harga beberapa jenis cabai di DKI Jakarta naik. Harga cabai merah besar naik dari Rp 45.000 per kilogram pada 2 Januari 2020, menjadi Rp 89.150 per kilogram.

(Baca: Banjir Hampir Merata di Wilayah Jakarta, Berikut Lokasinya)

Kemudian, harga cabai merah keriting naik dari Rp 46.650 menjadi Rp 66.650 per kilogram. Harga cabai rawit merah naik dari Rp 50.850 Rp 90.000 per kilogram.

Di satu sisi, cabai mudah membusuk jika terkena air. “Jangankan ada yang gagal panen, kalau kena air waktu diangkut pun cabai itu bisa busuk,” kata Kaharudin yang juga berjualan sayur.

Di sisi lain, masyarakat Indonesia seolah wajib menyertakan sambal saat makan dalam kesehariannya. Maka tak heran, harga cabai mudah melonjak saat musim hujan.

Pola ini sudah tampak selama bertahun-tahun. Pada awal musim hujan, Oktober 2018 misalnya, harga cabai tercatat menjadi penyumbang inflasi. Dari tingkat inflasi 0,28% saat itu, andil cabai mencapai 0,09%.

Cabai rawit bahkan memimpin kenaikan harga pada kelompok bahan pangan sepanjang 2018. Berikut tabelnya: 

Selain itu, cabai merah juga pernah menjadi penyumbang utama inflasi pada 2016: 

Hujan memang diperlukan dalam proses produksi bahan pangan di sentra-sentra Pertanian. Namun, jika curah hujan terlalu tinggi, panen bisa terganggu, produk buah dan sayur pun mudah rusak.

(Baca: Cuaca Ekstrem Kerek Harga Pangan, Inflasi November Capai 0,20% )

Selain itu, banjir dan longsor yang rentan terjadi saat musim hujan pun berpotensi mengganggu alur distribusi barang. Kepala Badan Pusat Statistik atau BPS Suhariyanto pun mengingatkan risiko ini terhadap inflasi.Top of FormBottom of Form

Menurut Suhariyanto, pemerintah perlu mengantisipasi risiko inflasi akibat banjir. Selain mengamankan jalur-jalur distribusi, fasilitas perdagangan seperti pasar yang rusak akibat banjir juga harus diperbaiki. “Kita berharap semua musibah ini akan berhenti,” ujarnya.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pun berupaya mengantisipasi kenaikan harga cabai dan bawang merah akibat banjir di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) beberapa waktu lalu. Ia meminta pejabat eselon I dan II untuk memantau harga di pasar.

"Sudah dalam pengendalian lapangan dan kerja sama dengan pemerintah daerah, kabupaten, dan provinsi," kata Syahrul di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta, Senin (6/1) lalu.

Reporter: Agatha Olivia Victoria, Rizky Alika, Antara