Krisis Turki, Hanya Rupiah dan Saham yang Rentan Terdampak

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Ihya Ulum Aldin
14/8/2018, 20.22 WIB

Krisis finansial di Turki diprakirakan takkan berdampak luas terhadap pasar keuangan Indonesia.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Anton Hermanto Gunawan mengatakan, yang paling rentan terimbas sentimen negatif investor akibat krisis di Turki adalah nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

“(Pengaruh Turki) terasa selama sebulan ini karena masalah di sana cukup dalam,” tuturnya kepada Katadata, Selasa (14/8).

Kendati demikian, Anton menilai dampak krisis di Negeri Kebab tersebut tidak akan mempengaruhi seluruh sendi pasar keuangan. Hal ini disebabkan Indonesia tidak memiliki hubungan dagang erat dengan Turki.

Dari segi utang-berutang, Indonesia tidak memiliki catatan utang kepada Turki. Oleh karena itu, imbuh Anton, industri perbankan nasional terbilang aman. Sekalipun Indonesia industri jasa keuangan akan terdampak maka pengaruhnya tidak secara langsung.

Turki banyak berutang kepada perbankan di wilayah Eropa. Apabila negara itu mengalami gagal bayar, sedangkan kita butuh pinjaman dari bank yang sama, barulah kemungkinan Indonesia turut sulit mengakses kredit.

Melihat sisi perdagangan, kegiatan ekspor dan impor di antara RI – Turki tidak signifikan. Oleh sebab itu, imbuh Anton, kinerja ekspor nasional tidak akan terganggu meskipun pertumbuhan ekonomi Turki memburuk.

Aliran penanaman modal asing ke Indonesia juga diyakini tidak akan terpengaruh. Pasalnya, investasi dari negara yang terletak di daerah Balkan itu terbilang kecil. "Kalau masalah ekonomi Turki terus berlanjut, tidak akan kena kepada investasi di Indonesia," tuturnya.

Secara umum, sentimen negatif kepada Indonesia akibat gejolak ekonomi di Turki tak berarti banyak selama ada katalis positif di pasar keuangan domestik. Contohnya, realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan kedua tahun ini yang mencapai 5,27%.

Selain itu, obligasi Indonesia masuk ke dalam Bloomberg dan Barclays Index sehingga share menjadi lebih besar. "Indonesia jadi lebih diperhitungkan oleh asing untuk mereka masuk ke bond market kita," ucap Anton.

Lebih jauh, defisit transaksi berjalan (current account deficit / CAD) juga diyakini dapat menjadi katalis positif. Syaratnya, pada kuartal ketiga menjukkan posisi yang lebih baik dibandingkan dengan April – Juni 2018.