Riset Bank Dunia: 115 Juta Orang Indonesia Rentan Miskin

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ilustrasi, pelajar berjalan di jembatan kawasan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Penulis: Desy Setyowati
2/2/2020, 11.57 WIB

Bank Dunia merilis laporan bertajuk "Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class" pada akhir pekan lalu (30/1). Dalam riset itu, 115 juta masyarakat Indonesia dinilai rentan miskin.

Tingkat kemiskinan di Indonesia saat ini di bawah 10% dari total penduduk. Rerata pertumbuhan ekonomi pun diprediksi 5,6% per tahun selama 50 tahun ke depan. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapitanya diperkirakan tumbuh enam kali lipat menjadi hampir US$ 4 ribu.

Namun, 115 juta orang atau 45% penduduk Indonesia belum mencapai pendapatan yang aman. Alhasil, mereka rentan kembali miskin.

“Mereka belum mencapai keamanan ekonomi dan gaya hidup kelas menengah,” demikian dikutip dari laporan Bank Dunia, akhir pekan lalu (30/1).

Di satu sisi, 52 juta masyarakat Indonesia tergolong kelas menengah. Mereka memiliki pendapatan Rp 1,2 juta dan Rp 6 juta per bulan. (Baca: Jumlah Penduduk Miskin RI Berkurang jadi 24,79 Juta per September 2019)

Berdasarkan catatan Bank Dunia, pertumbuhan kelas menengah di Indonesia merupakan yang tercepat, yakni sekitar 10% per tahun. “Saat ini, mereka menyumbang hampir setengah dari konsumsi nasional,” demikian dikutip.

Untuk meningkatkan jumlah kelas menengah dan mengurangi penduduk rentan miskin, Bank Dunia merekomendasikan empat hal. Pertama, meningkatkan gaji dan tunjangan guru. Di satu sisi, sistem manajemen kinerja guru juga perlu diperbarui. Memulai sertifikasi ulang guru dan dilakukan secara berkala.

Kedua, meningkatkan anggaran kesehatan. Salah satu caranya dengan mengejar sumber pendapatan baru dari peningkatan pajak tembakau dan alkohol.

(Baca: Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,6-6% dalam RPJMN 2020-2024)

Banyak fasilitas kesehatan setempat tidak memiliki peralatan yang cukup untuk memberikan perawatan dasar atau layanan utama, bahkan di perkotaan. Kurang dari sepertiga warga miskin, rentan dan menengah yang mengandalkan rumah sakit milik pemerintah.

Ketiga, memperluas basis pajak. Caranya, bisa dengan menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), menaikkan tarif pajak tertentu seperti alkohol, tembakau dan kendaraan, dan lainnya.

Terakhir, menyeimbangkan kembali (re-balancing) transfer fiskal seperti meningkatkan propori dana desa dan mengembangkan peraturan baru untuk mengoperasionalkan penyediaan layanan lintas daerah, termasuk mengatasi tantangan pembiayaan. Selain itu, perlu membangun kapasitas pemerintah provinsi.

(Baca: Kalimantan Barat, Lumbung Sawit yang Masih Miskin)