Mahkamah Agung membatalkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyayangkan keputusan tersebut lantaran dapat memengaruhi ketahanan lembaga asuransi negara kitu.
"Keputusan membatalkan satu pasal saja itu mempengaruhi ketahanan dari BPJS Kesehatan," kata Sri Mulyani di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Selasa (10/3).
Ia menjelaskan keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam perpres tersebut diambil pemerintah dengan mempertimbangkan seluruh aspek. Meski demikian, ia memahami keputusan tersebut tak dapat memuaskan seluruh pihak.
"Itu kebijakan yang secara hati-hati pemerintah mempertimbangkan seluruh aspek," ucap dia.
(Baca: Pengamat: Iuran BPJS Batal Naik Sebab Pemerintah Tak Lihat Daya Beli)
Adapun aspek tersebut, antara lain keberlangsungan program jaminan kesehatan nasional dan keadilan. Ia menyebut kini terdapat 96,8 juta masyarakat yang dianggap tidak mampu dan dibayar negara. Sehingga bagi yang mampu diminta untuk ikut bergotong-royong.
"Jadi kalau yang melapor itu menggunakan argumentasi mengenai jasa kesehatan yang bisa dinikmati oleh seluruh rakyat, kita juga gunakan itu. Bagaimana bisa tetap memberi pelayanan tetapi tetap memiliki ketahanan dan keberlangsungan," kata dia.
Pemerintah akan melihat bagaimana dampak dari keputusan MA tersebut. Saat ini, presiden juga telah menerima informasi ini sehingga pemerintah sedang mempelajari lebih lanjut.
Sri Mulyani pun menegaskan bahwa keputusan MA tersebut memiliki konsekuensi yang besar terhadap JKN. "Namun pasti ada langkah-langkah pemerintah untuk mengamankan kembali JKN itu secara berkelanjutan," tutup dia.
(Baca: Iuran BPJS Batal Naik, Dana Pemerintah Rp 13,5 T Berpotensi Ditarik)
Sebelumnya, MA resmi membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Ini seiring dikabulkannya peninjauan kembali (judicial review) untuk membatalkan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres 75 tahun 2019.
Dari keterangan Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro putusan ini sudah keluar sejak tanggal 27 Februari lalu. Sebelumnya permohonan peninjauan ini diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).
“Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi dalam amar putusan MA yang diterima Katadata.co.id, Senin (9/3).
Sebagai informasi, Perpres Nomor 5 Tahun 2019 menetapkan kenaikan iuran pada hampir seluruh peserta BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran peserta mandiri bahkan mencapai hingga dua kali lipat. Besaran iuran tersebut sesuai dengan usulan yang sebelumnya disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti tergambar dalam databoks di bawah ini.