KLH Menangkan Gugatan atas Kerusakan Dua Tambang Nikel di Konawe Utara
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memenangkan gugatan terhadap dua perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Kedua perusahaan itu harus membayar ganti rugi kerugian ekologis dan ekonomis senilai Rp 47,9 miliar.
"Gugatan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menurunkan tingkat pelanggaran terhadap lingkungan hidup. Ini adalah wujud nyata perjuangan negara untuk menegakkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang layak, bersih, dan sehat," ujar Dodi Kurniawan, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), dalam siaran pers, di Jakarta, Rabu (18/6).
Pada 5 Juni 2025, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan sebagian gugatan banding KLH/BPLH terhadap PT James & Armando Pundimas (PT JAP) dan PT Bhima Amarta Mining (PT BAM). Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga menghukum menghukum kedua perusahaan tambang tersebut untuk membayar ganti rugi kerugian ekologis dan ekonomis sebesar Rp 47,97 miliar.
Gugatan itu bermula pada 2021 ketika ditemukan alat berat yang beroperasi di kawasan Hutan Produksi di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara. Aktivitas penambangan nikel ilegal tersebut dilakukan oleh PT JAP dan PT BAM tanpa izin yang sah. Penambangan nikel itu juga berada di dalam wilayah hutan yang dilindungi.
Dodi menyebut proses hukum berawal pada 2022 ketika Pengadilan Negeri (PN) Kendari menjatuhkan vonis bersalah kepada Direktur PT JAP atas pelanggaran pidana berupa pendudukan kawasan hutan secara ilegal.
Berdasarkan hasil tersebut, KLH/BPLH mengajukan gugatan perdata terhadap kedua perusahaan ke PN Jakarta Pusat pada 29 Desember 2023. Namun, putusan PN Jakarta Pusat pada 21 Februari 2025 menolak gugatan tersebut melalui putusan Nomor 8/PDT.G/LH/2024/PN Jkt.Pst.
KLH Ajukan Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Upaya banding dilakukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hasilnya, Majelis Hakim tingkat banding yang diketuai oleh Ida Bagus Dwi Yantara dengan anggota Nelson Pasaribu dan Multining Dyah Ely Mariani membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan mengabulkan sebagian tuntutan.
PT JAP dan PT BAM dinyatakan terbukti menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di area seluas 2,8 hektare. Karena itu, mereka wajib membayar ganti rugi yang ditetapkan oleh amar putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Dodi mengatakan kemenangan gugatan itu menjadi tonggak penting dalam menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri ekstraktif.
Sementara itu, Rizal Irawan, Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH, menekankan pentingnya keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
"Putusan ini menjadi bukti hukum masih bisa berpihak pada lingkungan. Ini adalah sinyal kuat bahwa pelaku usaha tidak bisa lagi mengabaikan dampak ekologis dari aktivitas mereka," ujarnya.
KLH/BPLH akan terus mendorong upaya pencegahan dan penindakan terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di seluruh Indonesia.
Rizal menambahkan putusan tersebut menjadi preseden penting dan menunjukkan KLH/BPLH konsisten memperjuangkan keadilan ekologis serta memperkuat supremasi hukum dalam perlindungan lingkungan.
Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo ini didukung oleh: