Asosiasi UMKM Enggan Pakai Kode QR karena Kena Biaya dan Tanpa Diskon

Katadata/desy setyowati
Ilustrasi, mitra penjual di Mal Central Park, Jakarta Barat menggunakan layanan standardisasi kode QR (QRIS).
13/1/2020, 15.34 WIB

Bertransaksi menggunakan standardisasi kode Quick Response (QR Code) alias QRIS dikenakan biaya 0,7% mulai tahun ini. Biaya itu ditanggung oleh mitra penjual (merchant), bukan konsumen.

Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia atau Akumindo Ikhsan Ingratubun menegaskan bahwa merchant discount rate (MDR) ditanggung oleh mitra penjual. Namun, menurut dia besaran MDR QRIS terlalu mahal.

Ia menyatakan, para pedagang ingin biayanya sama seperti transaksi menggunakan kartu debit dalam jaringan yang sama (on us) 0,15%. Selama ini, mitra penjual mau menggunakan kode QR karena perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran menyediakan promosi berupa diskon atau uang kembali (cashback).

“Namun, jika sudah tidak ada lagi program cashback, maka sesuai dengan keadaan cara pembayaran seperti ini akan ditinggalkan,” kata Ikhsan kepada Katadata.co.id, hari ini (13/1).

(Baca: GoPay dan LinkAja Bakal Kurangi ‘Bakar Uang’ Tahun Depan)

Disebut on us misalnya, pengguna kartu debit atau kredit Bank Central Asia (BCA) menggunakan mesin EDC milik perusahaan yang sama. Sedangkan off us contohnya, uang elektronik dan mesin EDC yang digunakan dimiliki oleh perusahaan yang berbeda.

Ikhsan berharap, para pedagang tidak dibebani biaya transaksi menggunakan kode QR alias gratis. “Usulan UMKM, minta akses kemudahan untuk melakukan pembayaran dengan cara yang cepat dan murah," kata dia.

Menurut dia, pembayaran menggunakan kode QR marak dalam dua tahun terakhir karena ada program promosi. “Penerapan tarif 0,7% per transaksi kurang menarik bagi pengguna menggunakan cara bayar dengan kode QR,” ujarnya.

(Baca: Konsumen Belum Tahu Pakai Kode QR Berbayar, LinkAja & GoPay: Bertahap)

Bank Indonesia (BI) mencatat, sekitar 1,6 juta toko sudah mengadopsi QRIS. Mitra penjual perusahaan fintech pembayaran seperti GoPay, OVO, LinkAja, dan DANA memang wajib mengadopsi QRIS mulai 2020.

“Sekitar 1,6 juta (toko sudah adopsi QRIS),” kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem pembayaran BI Filianingsih Hendarta kepada Katadata.co.id, Rabu (8/1) lalu.

Mulai tahun ini, bertransaksi menggunakan standardisasi kode QR dikenakan biaya 0,7%. Ia menjelaskan, MDR merupakan kompensasi biaya yang dikeluarkan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) terkait akuisisi mitra, penyediaan aplikasi dan sistem, serta interkoneksi.

Sedangkan Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Pungky Wibowo sempat mengatakan, mitra penjual yang mengadopsi QRIS diprediksi mencapai dua hingga tiga juta pada 2030. 

(Baca: 1,6 Juta Mitra Penjual GoPay hingga OVO Pakai Standardisasi Kode QR)

Ia juga menilai, biaya transaksi QRIS  0,7% tergolong murah. “Switching di Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) 1%, di QRIS 0,7%. Jadi sudah pasti lebih murah,” kata Pungky, beberapa waktu lalu (8/9/2018).

Namun, Vice President of Online to Offline Bukalapak Rahmat Danu Andika sempat mengatakan, perusahaannya belum memutuskan apakah MDR QRIS akan ditanggung korporasi atau mitra. "Kami belum menentukan karena masih tahap awal perkenalkan. Sejauh ini belum dipungut biaya apapun," katanya, beberapa waktu lalu (22/8/2019).

Ia berharap, omzet para mitra bisa meningkat setelah menerapkan QRIS ini. “Saya rasa tidak masalah apabila mereka membayar 0,3% misalnya. Nanti 0,4% sisanya kami cari siapa lagi yang akan bayar," katanya. Namun, ia menegaskan bahwa sejauh ini perusahaan akan mengikuti ketetapan 0,7% dari BI.

(Baca: BI: Biaya Transaksi Kode QR 0,7% Tergolong Murah)

Reporter: Cindy Mutia Annur