Majelis Ulama Indonesia Sayangkan Munajat 212 Beraroma Politis

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Jemaah Munajat 212 melaksanakan Salat Magrib di Monas, Jakarta, Kamis (21/2/2019). Kegiatan Munajat 212 dan zikir bersama tersebut bertujuan untuk mempererat persatuan semua elemen bangsa Indonesia.
Penulis: Muchamad Nafi
23/2/2019, 21.26 WIB

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi menyayangkan acara Munajat 212 pada Kamis malam kemarin mengarah pada kegiatan yang bersifat politis. Hal ini dinilai tidak sesuai tujuan utama untuk berdzikir.

Acara itu seharusnya tetap berada pada arah dan tujuan semula, yaitu untuk berdoa, berdzikir, dan bermunajat kepada Allah, untuk memohon keselamatan bangsa dan negara. “Kami sangat menyayangkan atas sikap MUI Provinsi DKI sebagai salah satu pemrakarsa acara Munajat 212,” kata Zainut di Jakarta, Sabtu (23/2).

(Baca: JK Serahkan Pengusutan Intimidasi Wartawan di Munajat 212 ke Aparat)

Menurut dia, Munajat 212 justru menjurus pada aksi dukung-mendukung pasangan calon presiden (capres) tertentu. Sebagai lembaga keagamaan, MUI tidak boleh terseret dalam kegiatan politik praktis karena hal tersebut tidak sesuai dengan karakter dan jati diri MUI yang merupakan tenda besar umat Islam.

Semestinya, dia melanjutkan, MUI menjadi tempat netral untuk berhimpun para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim dari berbagai ormas Islam. Tugasnya untuk memberikan bimbingan, panduan, dan perlindungan kepada semua umat Islam. Karenanya, politik yang dibangun oleh MUI adalah politik kemuliaan yang berorientasi kepada persatuan, persaudaraan dan kemaslahatan bangsa dan negara. “Bukan politik praktisan yang dapat menimbulkan perpecahan, permusuhan dan konflik sesama anak bangsa,” tambah dia.

Sebaiknya, fungsionaris harus memposisikan diri sebagai institusi yang independen, menjaga jarak yang sama dengan semua kekuatan politik. Karenan itu MUI tidak boleh diperalat dan dijadikan kendaraan politik oleh kelompok tertentu.

Kendati demikian, MUI tidak pernah melarang pengurusnya untuk berkecimpung di bidang politik praktis sepanjang hal dilakukan atas nama pribadi. Hal itu merupakan hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi.

(Baca: Bawaslu Belum Terima Laporan Pelanggaran Pemilu di Munajat 212)

Zainut mengimbau pimpinan MUI di seluruh Indonesia agar dapat memfungsikan organisasi sebagai perekat dan pemersatu umat. Apalagi, saat ini bangsa Indonesia sedang menyelenggarakan hajatan nasional yaitu pemilihan umum (pemilu) untuk presiden dan legislatif.

Sebelumnya, Kepala Bagian Temuan dan Laporan, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Yusti Erlina menyatakan belum menerima laporan mengenai pelanggaran Pemilu pada acara Munajat 212. Bawaslu Pusat belum bisa memberikan pendapat karena kegiatan tersebut berada di bawah pengawasan Bawaslu DKI Jakarta.

Acara yang diselenggarakan MUI Jakarta tersebut dihadiri oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan dan dua Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, yakni Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Fadli sempat melontarkan gestur dua jari di acara tersebut. Adapun Zulkifli dalam pidatonya sempat menyebutkan bahwa soal persatuan nomor satu tetapi soal presiden nomor dua.

Reporter: Antara