Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan kuota BBM penugasan atau Premium berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 11 juta kilo liter, lebih rendah dari tahun lalu sebesar 11,8 juta kilo liter. Dari jumlah tersebut, realisasi penyerapan di Januari-Februari untuk BBM jenis premium sebesar 1,8 juta kilo liter.
Angka penyerapan tersebut setara 16,75 % dari total kuota. Dari jumlah 11 juta kilo liter tersebut, kuota BBM Premium untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali) pada tahun ini sebesar 4,45 juta kilo liter atau 17,28 % dari keseluruhan alokasi.
(Baca: Jatah BBM Premium dan Solar Subsidi Tahun Ini Dikurangi)
Adapun pada Januari-Februari, penyerapan Premium untuk wilayah Jamali sudah sebesar 0,77 juta kilo liter. “Sementara kuota Premium non-Jamali 2019 pada Januari-Februari 1,0 juta kilo liter,” kata Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa di Gedung DPR, Senin (18/3).
Hingga 15 Maret 2019 lalu, Fanshurullah melanjutkan, realisasi dari penerimaan negara sebesar Rp 327 miliar atau 48 % dari target Rp 678 miliar. Penerimaan ini didapatkan dari sektor BBM. Sementara di sektor gas, sampai 15 Maret 2019 realisasinya Rp 85 miliar (31%) dari target Rp 272 miliar.
Sebelumnya, tak hanya Premium, kuota Solar subsidi tahun ini juga dikurangi menjadi hanya 14,5 juta kilo liter. Padahal, tahun lalu kuotanya 15,5 juta kilo liter dengan realisasi serapan solar tahun lalu sesuai dengan kuota yang ditetapkan.
(Baca: Alasan Pemerintah Turunkan Harga BBM Premium)
Anggota Komite BPH Migas Muhammad Ibnu Fajar mengatakan kuota Solar dipangkas agar penyalurannya tidak disalahgunakan. Apalagi, sudah ada beberapa kasus mengenai penyelewengan BBM Solar subsidi. Jadi, dengan kuota lebih sedikit harapannya bisa lebih tepat sasaran. " Subisidi kan harus kami awasi betul-betul ya karena ada uang negara," kata Ibnu.