Langit merah terlihat di Muaro Jambi, Provinsi Jambi pada Sabtu (21/9). Warga masyarakat sekitar terpaksa menyalakan lampu karena langit semakin gelap meski saat itu baru pukul 12.00 siang.
Kabut asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla) memenuhi atmosfir dan menghalangi sinar matahari. Pengendara sepeda motor dan mobil pun harus berjalan ekstra hati-hati karena jarak pandang terbatas. Sejumlah foto dan video yang menunjukkan kondisi tersebut diunggah di media sosial dan menjadi viral. Apa yang menyebabkan fenomena langit berwarna merah seperti yang terjadi di Jambi?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut fenomena langit merah yang terjadi di Muaro Jambi disebabkan oleh adanya hamburan sinar matahari oleh partikel yang mengapung di udara dan berukuran kecil (aerosol). Diameter aerosol dari polutan yang panjangnya sama dengan panjang gelombang sinar tampak (visible) matahari menyebabkan fenomena hamburan Mie (Mie scattering).
Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto mengatakan, panjang gelombang sinar merah adalah 0,7 mikrometer. Konsentrasi debu partikulat polutan berukuran
"Langit yang berubah merah terjadi di Muaro Jambi. Ini berarti debu polutan di daerah tersebut dominan berukuran sekitar 0,7 mikrometer atau lebih dengan konsentrasi sangat tinggi," kata Siswanto dalam siaran pers, Senin (23/9). Sebaran partikel tersebut juga luas sehingga membuat langit berwarna merah.
Pada 2015, langit di Palangka Raya juga diberitakan berwarna oranye akibat kebakaran hutan dan lahan. Menurut Siswanto, hal ini menunjukkan bahwa partikel polutan yang ada di Palangka Raya pada saat itu lebih kecil atau lebih halus sehingga warnanya tidak merah seperti yang terjadi di Muaro Jambi.
Berdasarkan hasil citra satelit Himawari 8 pada 21 September 2019, di sekitar Muaro Jambi terdapat banyak titik panas (hotspots) dan sebaran asap karhutla yang sangat tebal. Asap dari kebakaran hutan dan lahan ini berbeda dari daerah lain yang tampak berwarna coklat. "Di Muaro Jambi menunjukkan warna putih yang mengindikasikan lapisan asap sangat tebal," kata Siswanto.
Penyebab asap karhutla di Muaro Jambi lebih tebal adalah banyaknya lahan gambut di kawasan tersebut. Tebalnya asap juga dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi debu partikulat berukuran
(Baca: Masih Ada 2.288 Titik Api Karhutla, Petugas Upayakan Hujan Buatan)
Fenomena Serupa Pernah Terjadi di Amazon
Fenomena langit berwarna merah juga pernah terlihat di Amazon, Brasil pascakebakaran yang melanda hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia tersebut, Agustus lalu. Lembaga Antariksa Amerika Serikat (NASA) menggunakan instrumen Atmospheric Infrared Sounder (AIRS) yang memotret kawasan tersebut dari ketinggian 5.500 meter.
Dalam animasi yang ditunjukkan oleh NASA pada 23 Agustus 2019, tingginya konsentrasi karbon monoksida (CO) di udara menyebabkan atmosfer Bumi berubah warna dari hijau menjadi merah. Warna hijau menunjukkan konsentrasi karbon monoksida mencapai 100 bagian per semiliar (parts per billion/ppbv).
Warna kuning menunjukkan konsentrasi karbon monoksida sebanyak 120 bagian per semiliar. Adapun warna merah menunjukkan konsentrasi karbon monoksida di atas 160 bagian per semiliar. Citra satelit NASA menunjukkan awan berwarna merah menutupi langit Brasil sebelum mengarah ke barat dan timur, yakni ke Samudra Pasifik dan Atlantik.
Seperti dilansir globalnews.ca, debu berisi polutan hasil kebakaran hutan dan lahan bisa terbang terbawa angin hingga ke tempat-tempat yang jauh. Partikel karbon monoksida yang ada di udara juga bisa bertahan hingga sebulan lamanya di atmosfer.
(Baca: Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Masih Kalah dari Pekanbaru)
Memicu Asma dan Penyakit Paru-paru
Partikel debu dan karbon monoksida yang terbawa angin bisa memicu gangguan pernapasan, asma, hingga penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Di beberapa daerah yang dilanda karhutla, dilaporkan jumlah pasien yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) meningkat mencapai puluhan hingga ratusan ribu orang. Gejalanya adalah batuk, pilek, dan demam hingga radang pada paru-paru.
Buruknya kualitas udara yang ditimbulkan oleh kabut asap karhutla juga memperburuk kondisi masyarakat yang sudah memiliki riwayat penyakit asma. Mereka akan merasa sesak napas dan asmanya kambuh.
Sementara itu, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ditandai dengan batuk kronis berkepanjangan, batuk berdahak, dan peningkatan infeksi pernapasan. Penderita juga akan merasakan sesak napas ketika beraktivitas, dada sakit, kelelahan, hingga demam ringan. Jika penderita mulai kesulitan mengatur napas atau berbicara, bibir berubah berwarna biru, atau kehilangan kesadaran maka penderita harus segera mendapat pertolongan medis.
(Baca: Iritasi hingga Kematian Menghantui Korban Terdampak Asap Karhutla)