Inpex Corporation kesulitan membebaskan 1.000 hektar lahan untuk mengembangkan Blok Masela di Provinsi Maluku. Namun, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas optimistis masalah lahan bisa selesai pada tahun ini.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan masalah tersebut terjadi karena lahan yang akan digunakan untuk mengembangkan Blok Masela diklaim sebagai tanah adat. "Tapi menurut data pemerintah pusat, tanah tersebut merupakan tanah negara, tanah kehutanan," ujar Dwi saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Kamis (6/2).
SKK Migas dan Inpex pun bakal berdiskusi dengan Gubernur Maluku untuk membicarakan lebih lanjut mengenai masalah tersebut. Dwi pun yakin pihaknya dapat menyelesaikan pembebasan lahan untuk proyek Blok Masela.
"Kan target pembebasan lahan pada 2020 ini, kan harus berjuang," ujar Dwi.
(Baca: Inpex Buka Tender Desain Detail Proyek Blok Masela)
Secara teknis, pengembangan proyek Blok Masela baru pada tahap tender pengerjaan desain detail atau Front End Engineering Design (FEED). Di sisi lain, Inpex dibantu SKK Migas mengurus proses perizinan lahan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) fasilitas LNG Blok Masela.
Selain itu, SKK Migas dan Inpex terus mencari calon pembeli potensial gas dari blok tersebut. SKK Migas menargetkan produksi LNG Blok Masela sebesar 9,5 MTPA dan gas pipa sebesar 150 MMscfd. Sekitar 60% produksi Blok Masela ditargetkan terserap untuk kepentingan dalam negeri dan sisanya sebesar 40 persen untuk ekspor.
Berdasarkan data SKK Migas, total produksi gas kumulatif Blok Masela dari 2027 hingga tahun 2055 mencapai 16,38 TSCF dengan total gas yang dijual sebesar 12,95 TSCF. Selain itu, Blok Masela menghasilkan kondensat dengan kumulatif produksi sebesar 255,28 MMSTB.
(Baca: SKK Migas: Perusahaan Jepang dan PLN Serap Hampir 50% Gas Blok Masela)