Virus Corona Meluas ke AS dan Eropa, Harga Minyak Butuh Sokongan OPEC

ANTARA FOTO/REUTERS/Stephanie McGehee
Ilustrasi, pedagang saham Kuwait terlihat di aula perdagangan pasar saham Kuwait Boursa di kota Kuwait, Kuwait, Senin (16/9/2019).
5/3/2020, 08.19 WIB

Harga minyak bergerak bervariasi cenderung naik di tengah wabah virus corona yang meluas ke Amerika Serikat (AS) hingga Eropa. Pasar masih memantau upaya organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) membujuk Rusia untuk menambah pemotongan produksi.

Pada awalnya, OPEC dan Rusia yang disebut OPEC+ berencana memangkas produksi 600 ribu barel per hari. Mereka juga sudah memotong produksi minyak 1,7 juta barel per hari, yang akan diterapkan hingga akhir Maret.

Namun, seiring meluasnya penyebaran virus corona, mereka khawatir permintaan minyak akan semakin menurun. Karena itu, Arab Saudi usul untuk meningkatkan pemotongan produksi minyak menjadi satu juta barel per hari. Rusia masih menimbang usulan itu. 

(Baca: Suku Bunga AS Dipangkas, Harga Minyak Naik di Tengah Wabah Corona)

Berdasarkan data Bloomberg, pada pukul 08.18 WIB Kamis (5/3), harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 naik 1,62% ke level US$ 51,96 per barel. Begitu juga harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April 2020 naik 1,5% ke level US$ 47,48 per barel.

Karena wabah virus corona, harga minyak WTI bahkan sempat menyentuh US$ 46,59 per barel pada akhir bulan lalu (28/2) atau terendah dalam lima tahun.

Hingga kemarin (4/3), satu panel menteri anggota OPEC+ belum menandatangani perjanjian. "Saat ini, pasokan di pasar lebih besar dari permintaan," kata Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh dikutip dari Reuters, Kamis (5/3). "OPEC dan non-OPEC perlu melakukan semua upaya untuk menyeimbangkan pasar."

(Baca: Pasar Masih Khawatirkan Virus Corona, Dua Faktor Kerek Harga Minyak)

Goldman Sachs pun memangkas perkiraan harga Brent menjadi US$ 45 per barel pada April. Perusahaan menilai, pengurangan produksi oleh OPEC akan menormalkan permintaan minyak hingga akhir tahun ini.

Morgan Stanley juga menurunkan prediksi harga Brent kuartal kedua 2020 menjadi US$ 55 per barel dan WTI menjadi US$ 50.

"Pasar terbebani dampak virus corona yang mengurangi permintaan," kata Presiden Lipow Oil Associates Andrew Lipow. Ia pesimistis permintaan minyak bakal pulih dalam beberapa bulan. Sebab, wabah itu meluas di Eropa dan AS.

(Baca: Virus Corona Tekan Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah dalam 5 Tahun)

Di satu sisi, stok minyak mentah di AS meningkat 785 ribu barel, berdasarkan data Energy Information Administration (EIA). Padahal OPEC+ berupaya menurunkan produksi guna mendorong harga minyak.

Harga minyak dunia sebenarnya sempat naik pada awal pekan ini, karena sejumlah bank sentral memberikan stimulus. Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed bahkan memangkas suku bunga acuannya (Fed Fund Rate) pada Selasa (2/4). Ini merupakan penurunan pertama di luar pertemuan rutin bank Sentral AS sejak puncak krisis keuangan 2008.

Namun, meluasnya wabah virus corona membuat harga minyak sulit naik. (Baca: Corona dan Empat Risiko Lain Mengancam Kejatuhan Ekonomi Global)

Reporter: Verda Nano Setiawan