Bayar Utang, Lapindo Tak Bisa Pakai Pengembalian Biaya Operasi Migas

ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Ilustrasi, lumpur Lapindo. Kontrak Blok Brantas dengan skema cost recovery berlaku selama 30 tahun mulai dari 1990 sampai 2020. Pemerintah telah memperpanjang kontrak WK Brantas dengan skema gross split selama 20 tahun ke depan.
26/6/2019, 19.24 WIB

Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya akan membayar utang kepada pemerintah sebesar Rp 773 miliar dengan menagih piutang sebesar Rp 1,9 triliun. Lapindo mengklaim piutang tersebut berasal dari biaya pengembalian biaya operasi (cost recovery) Blok Brantas.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, perhitungan utang-piutang Lapindo kurang tepat. Pasalnya, pemerintah yang memberikan dana talangan untuk mengatasi lumpur Lapindo, tapi justru cucu usaha Grup Bakrie tersebut yang menagih piutang kepada pemerintah.

"Kok mereka menagih piutang ke pemerintah? Padahal mereka masih punya utang yang harus segera dibayarkan kepada pemerintah,"ujar Mamit ke Katadata.co.id, Rabu (26/6).

Ia menduga ada upaya Lapindo untuk tidak membayar utang ke Pemerintah. Ia pun mewanti-wanti agar Pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) lebih jeli dalam melihat persoalan tersebut.

"Semua harus diaudit oleh BPK dan BPKP biar jelas. Jangan sampai kita dimanfaatkan oleh Lapindo dan negara yang dirugikan," katanya.

(Baca: Sinyal Kebangkitan Bisnis Migas Grup Bakrie )

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, pengembalian biaya operasi migas memang bisa ditagihkan kepada pemerintah setelah blok migas berproduksi dalam skema kontrak bagi hasil (PSC) cost recovery. Pembayarannya menggunakan hasil produksi blok tersebut. "Kalau mengacu PSC sistem tidak pas. Cost Recovery umumnya produk, bukan uang," kata Komaidi.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga telah membantah pernyataan Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya atas piutang kepada pemerintah senilai US$ 138,23 juta. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher menyatakan, pengembalian biaya operasi migas tidak bisa dianggap sebagai piutang.

Wisnu juga bilang, pengembalian biaya operasi harus diaudit terlebih dahulu dan dibayarkan hanya dengan hasil produksi Blok Brantas. "Unrecovered cost tersebut masih subject to be audit, dan hanya bisa dibayarkan dari hasil operasi dengan jangka waktu sesuai kontrak WK Brantas," ujar Wisnu.

Kontrak Blok Brantas dengan skema cost recovery berlaku selama 30 tahun mulai dari 1990 sampai 2020. Pemerintah telah memperpanjang kontrak WK Brantas dengan skema gross split selama 20 tahun ke depan.

(Baca: Lapindo Kelola Kembali Blok Brantas Hingga 2040)

Reporter: Verda Nano Setiawan