Ekonomi Hong Kong masuk dalam jurang resesi akibat dilanda demonstrasi anti pemerintah selama lima bulan terakhir yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda bakal berakhir. Dengan kondisi tersebut, pemerintah Hong Kong pesimis dapat mencatatkan pertumbuhan ekonomi tahun ini.
"Pukulan terhadap ekonomi Hong Kong komprehensif," kata Sekertaris Keuangan Paul Chan dalam sebuah postingan blog, seperti dikutip dari Reuters, Senin (28/10).
Menurut Chan, perkiraan awal Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III yang akan diumumkan pada Kamis bakal menunjukkan kontraksi atau penurunan ekonomi pada dua kuartal berturut-turut (resesi).
Dia juga mengatakan akan sangat sulit untuk mencapai perkiraan emerintah tentang pertumbuhan ekonomi tahunan yang mencapai 0-1% pada akhir tahun ini.
(Baca: Ekonomi Singapura Diproyeksi Tumbuh 0,1%, Terhindar dari Resesi?)
Demonstrasi di wilayah bekas koloni Inggris ini telah mencapai minggu ke-21 mereka. Pada hari Minggu, demonstran berpakaian hitam dan bertopeng membakar toko-toko dan melemparkan bom bensin ke polisi yang merespons dengan gas air mata, meriam air, dan peluru karet.
Para pengunjuk rasa secara rutin membakar toko dan perkantoran, termasuk kantor bank, terutama yang dimiliki oleh perusahaan Tiongkok daratan. Mereka juga merusak sistem metro kota MTR Corp yang dianggap melaksanakan perintah pemerintah untuk membantu mengurangi aksi pendemo.
MTR telah menutup layanan lebih awal selama beberapa minggu terakhir dan mengatakan akan menutup sekitar dua jam lebih awal dari biasanya pada hari Senin pukul 11 malam untuk memperbaiki fasilitas yang rusak. Jumlah wisatawan anjlok dengan penurunan jumlah pengunjung memburuk pada Oktober, turun hampir 50 persen.
Operator ritel, dari mal perbelanjaan utama hingga bisnis pertokoan terpaksa tutup selama beberapa hari yang juga kerap dilakukan beberapa bulan terakhir.
(Baca: Ekspor-Impor Lesu, Pengusaha Duga Ada Pelemahan Daya Beli)
Sementara pihak berwenang telah mengumumkan langkah-langkah untuk mendukung usaha kecil dan menengah yang dirazia para demonstran, Chan mengatakan langkah-langkah itu hanya sedikit mengurangi tekanan"
"Biarkan warga kembali ke kehidupan normal, biarkan industri dan perdagangan beroperasi secara normal, dan ciptakan lebih banyak ruang untuk dialog rasional," tulisnya.
Para pengunjuk rasa marah lantaran memandang Tiongkok banyak melakukan intervensi pada pemerintah Hong Kong. Wilayah ini sebelumnya merupakan koloni Inggris yang kembali ke pemerintahan Tiongkok pada 1997 dengan perjanjian satu negara dengan dua sistem yang dimaksudnya menjamin kebebasan yang selama ini tak berlaku di daratan Tiongkok.
Beijing membantah ikut campur. Mereka menuduh pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat dan Inggris lah yang menimbulkan masalah di wilayah itu.