Proyek tanggul raksasa (giant sea wall) merupakan bagian dari proyek Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (NCICD). Terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta yang bermasalah, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai tidak ada pengaruhnya dengan proyek giant sea wall.

Proyek tersebut direncanakan dibangun dalam tiga tahapan. Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa tahap pertama dari ketiga tahapan tersebut sudah dijalankan. "Sebenarnya tidak ada hubungan dengan reklamasi. Reklamasi kan urusan akhir orde baru, sedangkan tanggul yang gambar Garuda itu dibuatnya tahun 2010," katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (12/6).

Adapun tahap pertama atau tahap A berupa penguatan sistem tanggul laut dan sungai yang telah ada. Kemudian, tahap B berupa konstruksi tanggul laut lepas di pantai bagian barat Teluk Jakarta akan dimulai pada periode 2018-2025. Lalu, untuk tahap C akan ditandai dengan pembangunan tanggul laut lepas pantai di timur Teluk Jakarta.

(Baca: Pendanaan Tanggul Raksasa Jakarta Tunggu Kajian Bappenas)

Tahap pertama yaitu tanggul pantai telah dijalankan oleh pemerintah. Karena bagaimanapun juga, Bambang menegaskan bahwa Jakarta perlu pertahanan di pantai dalam jangka pendek. "Tanah Jakarta tiap tahun bertambah kemiringannya, jadi tanggul pantai harus ada dulu," ucap dia.

Setelah itu akan dipikirkan perencanaan tanggul lepas pantai atau tanggul laut untuk jangka menengah panjang. Sebagai informasi, rata-rata penurunan muka tanah DKI Jakarta sekitar 7,5 cm per tahun.

Muara Baru dan Muara Angke merupakan dua kawasan yang paling besar penurunan muka tanahnya di seluruh Jakarta. Pada periode 2000-2014, tanah Muara Baru turun hingga 1,96 meter, sementara Muara Angke 2,14 meter.

Walaupun proyek reklamasi sekarang sedang berhenti, Bambang melihat bahwa kebutuhan yang ada di wilayah ibukota harus dicermati. "Jangan sampai banjir makin parah karena permukaan tanah Jakarta semakin miring sementara permukaan laut makin naik," ungkap dia.

(Baca: Akhir Cerita Proyek Reklamasi Teluk Jakarta)

Pemerintah DKI Jakarta sendiri telah menghentikan 13 dari total 17 rencana pembangunan pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Sedangkan empat pulau hasil reklamasi yang telah terbangun akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan Pemerintah DKI telah menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)-nya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, empat pulau reklamasi tersebut selama ini beroperasi tanpa IMB, meski setiap tahun sejak 2015-2017 pemerintah mengirimkan surat untuk menghentikan pembangunan. Barulah ketika Anies menyegel pulau-pulau reklamasi tersebut tahun lalu, pihak pengembang patuh mengikuti aturan.

(Baca: Usai Segel Pulau D, Anies Bentuk Badan Pengelolaan Reklamasi)

Setelah disegel, pihak pengembang menjalani proses di pengadilan karena melanggar IMB. “Mereka dihukum denda oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Setelah itu, mereka mengurus IMB sebagaimana pengurusan IMB kegiatan pembangunan lainnya di seluruh wilayah DKI,” kata Anies.

Kemudian, Anies memilih meloloskan IMB untuk para pengembang. Alasannya, ada sekitar seribu unit rumah yang telah mereka bangun tanpa IMB dan dibangun pada periode 2015-2017. IMB di antaranya diberikan kepada Pulau D yang dikelola pengembang PT Kapuk Naga Indah - anak perusahaan PT Agung Sedayu Grup.

PT Kapuk Naga Indah - anak perusahaan PT Agung Sedayu Grup

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Alasan Anies Segel Properti Grup Agung Sedayu di Pulau D Reklamasi" , https://katadata.co.id/berita/2018/06/08/alasan-anies-segel-properti-grup-agung-sedayu-di-pulau-d-reklamasi
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
Reporter: Agatha Olivia Victoria