Per Juni 2025, Indonesia mencatatkan inflasi sebesar 0.19% bulanan dengan kenaikan tahunan 1.87%, didorong oleh lonjakan harga kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Indonesia kembali mencatatkan surplus neraca perdagangan pada Mei 2025 sebesar US$ 4,30 miliar, menandai 61 bulan surplus berkelanjutan, didukung oleh kenaikan ekspor yang melampaui impor.
Pemerintah Indonesia mempertahankan data BPS sebagai acuan utama kemiskinan nasional, meski adanya perbedaan data dengan Bank Dunia yang mencatat angka kemiskinan lebih tinggi.
Bank Dunia merevisi garis kemiskinan Indonesia berdasarkan PPP 2021, menyebabkan lonjakan drastis jumlah penduduk yang terkategori miskin menurut standar internasional.
Para ekonom menyebut perubahan metodologi baru untuk mengukur garis kemiskinan di Indonesia akan mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan lebih akur
Bank Dunia merevisi penghitungan standar garis kemiskinan dan ketimpangan per Juni 2025. Dengan perubahan ini, angka kemiskinan Indonesia menurut Bank Dunia pada 2024 melonjak tajam.
Bank Dunia melakukan perubahan pada perhitungan garis kemiskinan, menghasilkan lonjakan jumlah penduduk miskin Indonesia menjadi 194,67 juta pada tahun 2024, menurut data terbaru.
Kemensos dan BPS menemukan 1,9 juta penerima bansos atau bantuan sosial ternyata keluarga mampu. Jumlahnya mencapai 45% dari total penduduk kategori Keluarga Penerima Manfaat atau KPM.
Pada Mei 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadinya deflasi bulanan sebesar 0,37% di Indonesia, sementara inflasi tahunan tercatat sebesar 1,60%. Deflasi didominasi oleh kelompok makanan.
Surplus neraca perdagangan Indonesia di April 2025 tercatat sebesar US$ 0,16 miliar, tetapi mengalami penurunan dari bulan sebelumnya, disokong oleh kenaikan surplus komoditas non-migas.
Center of Economic and Law Studies menyarankan BPS untuk mengganti metode pengukuran angka kemiskinan agar lebih mencerminkan realitas sosial ekonomi era sekarang.
Celios mengkritik metode pengukuran kemiskinan oleh BPS yang usang, tidak menggambarkan realitas ekonomi saat ini, dan berpotensi menyesatkan dalam penyusunan kebijakan pemerintah, seperti bansos.
BPS akan memperbarui jadwal rilis data neraca perdagangan, termasuk ekspor dan impor, dari pertengahan menjadi awal bulan mulai Juni 2025, guna meningkatkan kualitas data.
Kementerian Transmigrasi berkolaborasi dengan Badan Pusat Statistik untuk mendapatkan data yang akurat dalam merancang kebijakan tentang transmigrasi agar tepat sasaran.
Penundaan rilis data neraca perdagangan oleh BPS menjadi awal bulan dari pertengahan bulan, sebagaimana diumumkan Mei 2025, mengundang reaksi dan diperkirakan merugikan banyak pihak.