Kunci Memacu Ekonomi Agar Tak Menua sebelum Kaya

Raden Pardede
Oleh Raden Pardede
11 September 2019, 05:45
Raden Pardede
Ilustrator Joshua Siringo ringo
Ilustrasi urbanisasi di kawasan MRT Dukuh Atas , Jakarta Pusat (09/07).

Industri dan jasa berorientasi pasar global

Tantangan bagi kita adalah bagaimana menjadikan industri berorientasi ekspor dan berdaya saing di pasar global menjadi industri prioritas dibanding industri berorientasi pasar lokal. Industri berorientasi pasar lokal akan lambat terpapar oleh perkembangan teknologi dan standar konsumen yang tinggi, sehingga produktivitas rendah dan pendapatan tenaga kerja pun relatif rendah.

Jadi industri berorientasi dagang dan ekspor harus menjadi acuan karena orientasi pasar global akan memacu kita terus memperbaiki diri, sehingga mampu berkompetisi, baik di pasar regional maupun pasar global. Perbaikan daya saing di pasar global berarti perbaikan produkvitas, perbaikan kualitas barang, perbaikan logistik, dan perbaikan jasa pelayanan, termasuk moda pembayaran dan pelayanan pascajual.

Semua ini pada akhirnya memperbesar nilai tambah, meningkatkan produktivitas, dan memperbaiki tingkat pendapatan pekerja, di samping menciptakan lapangan pekerjaan di sepanjang rantai nilai dan ekosistem.

Tak hanya andalkan kebijakan tradisional moneter dan fiskal

Secara umum, kebijakan makroekonomi, terutama kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, sudah efektif dan rasional. Namun kedua kebijakan ini tidaklah cukup jika kita ingin tumbuh lebih dengan produktivitas dan daya saing yang tinggi.

Ibarat manusia, kita punya dua tangan dan dua kaki. Jika hanya mengandalkan dua tangan, kita hanya bisa merangkak. Demikian pula ibarat ekonomi hanya mengandalkan kebijakan moneter dan fiskal, ekonomi kita baru bisa bergeser sedikit, karena kekuatan kebijakan moneter dan fiskal untuk menggerakkan ekonomi juga terbatas. Diperlukan kaki dan otot yang kuat untuk bisa berlari.

Demikian juga jika ekonomi hendak berlari atau tumbuh lebih cepat, maka diperlukan kebijakan struktural dan sektor riil yang efektif. Jadi kebijakan struktural efektif inilah ibarat kaki yang kuat berlari.

Kebijakan fundamental yang memperbaiki daya saing inilah yang menjadi prioritas perbaikan jika kita ingin melakukan industrialisasi dan servisifikasi berorientasi ekspor, untuk menghela pertumbuhan perekonomian Indonesia ke depan.

Kebijakan struktural diperlukan

Secara mendasar, kebijakan struktural mencakup tiga hal utama, yaitu (1) peningkatan kapasitas dan kualitas tenaga kerja, (2) akumulasi modal-investasi pada aset produktif, serta (3) kemajuan inovasi, adopsi teknologi, dan kelembagaan yang efisien untuk memastikan alokasi sumber daya yang efisien.

Dalam hal praktis kebijakan yang bersifat struktural ini dapat diterjemahkan dalam banyak hal. Di antaranya, memfasilitasi penyediaan sumber daya manusia yang andal, baik tenaga kerja baru yang akan datang maupun tenaga kerja yang sudah ada. Pengetahuan baru dan keahlian baru diperlukan baik melalui lembaga pendidikan formal maupun pendidikan tidak formal.

Selain itu, memperbaiki lingkungan berusaha dan berinvestasi bagi dunia usaha. Menarik investasi langsung dalam jumlah yang besar (paling sedikit US$50-60 milar per tahun).

Hal lainnya adalah menghilangkan seluruh hambatan berusaha yang menjadi penghalang daya saing, penyederhanaan aturan, kepastian berusaha, pasar tenaga kerja yang kompetitif dan produktif, kepastian hukum, serta perpajakan merupakan prasyarat awal.

Selain itu, membangun klaster dan ekosistem industri dan jasa sehingga tercipta kegiatan yang saling mendukung dengan biaya yang sangat efisien. Lalu, mendorong dan memfasilitasi sofistifikasi produksi, teknologi, strategi, dan operasi perusahaan.

Hal lainnya yaitu memfasilitasi perkembangan jasa atau sertifisikasi sepanjang value chain, sehingga dapat menjangkau pelanggan dengan efisien dan cepat. Selain itu, membantu eksplorasi pasar baru, berfokus pada negara berkembang, seperti Tiongkok, India, Asia selatan, dan Afrika.

Pembangunan Jakarta International Stadium
Pembangunan Jakarta International Stadium (ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR)

Setelah memilih kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan di atas, seluruh kebijakan tersebut perlu diintegrasikan dengan berbagai inisiatif, sehingga terjadi sinergi dengan dukungan kelembagaan yang efisien. Harus jelas di mana tugas dan tanggung jawab dunia swasta, di mana tanggung jawab pemerintah.

Pada intinya, perlu terbuka ruang untuk kerja sama dunia usaha dan pemerintah. Dialog dengan seluruh pemangku kepentingan juga sangat diperlukan, sehingga kebijakan struktural yang digagas tersebut akan didukung oleh semua pihak.

Sebagaimana kita lihat keberhasilan program infrastruktur pada periode pertama pemerintahan Jokowi, maka pada periode kedua ini diharapkan Presiden langsung memimpin komite koordinasi investasi, industrialisasi, dan servisifikasi berorientasi ekspor ini.

Evaluasi rutin perlu dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan. Oleh karena itu, perlu disiapkan sistem evaluasi dan pelaporan serta sistem insentif dan ganjaran yang dapat diberlakukan pada birokrasi di tingkat pusat maupun daerah.  

Pilihan kebijakan ekonomi presiden untuk lima tahun ke depan akan sangat menentukan dan menjadi fondasi kebijakan menyongsong Indonesia yang akan menua mulai 2035-2040, di tengah perkembangan teknologi yang juga cepat berubah. Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan komoditas.

Diversifikasi motor pertumbuhan ekonomi Indonesia sebaiknya diarahkan pada kegiatan yang berorientasi ekspor. Pilihan utama adalah industri dan jasa yang berdaya saing di pasar global. Pilihan lainnya adalah pengembangan nilai tambah di pariwisata dan tenaga kerja Indonesia.

Tidak mudah menjadi kompetitif di pasar global, namun perlu untuk setia pada pilihan itu. Bahkan kadang kala akan dibutuhkan ongkos politik karena pilihan kebijakan yang kadang kala tidak populer.

Namun biarlah susah dan bersakit-sakit dahulu supaya bisa bersenang-senang kemudian. Niscaya kita dapat melampaui jebakan berpendapatan menengah dan kita kaya serta lebih sejahtera sebelum tua.

*)Secara demografi, Indonesia akan mulai menua, jumlah orang tua yang kurang produktif meningkat secara pesat sejak 2035 ke atas. Untuk sementara ini hingga tahun 2035, Indonesia masih mendapatkan bonus demografi dan setelahnya akan mulai berbalik. Jepang dan Korea adalah contoh dua negara yang bisa keluar dari jebakan tersebut, di mana penduduk menua tapi mereka sudah cukup kaya.

(Artikel ini disunting dari buku “Menuju 5 Besar Dunia” yang dirilis di Jakarta pada 12 September 2019.)

Raden Pardede
Raden Pardede
Ekonom Senior dan Pendiri CReco Research Institute
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...