The Fed Diramal Pangkas Suku Bunga 2 Kali, BI Waspadai Gejolak Ekonomi Global


Bank Indonesia (BI) memproyeksikan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), akan memangkas suku bunga acuannya sebanyak dua kali pada 2025.
Setiap penurunan diperkirakan sebesar 50 basis poin (bps), sehingga suku bunga The Fed turun ke level 4%. Tren penurunan diperkirakan berlanjut ke level 3,5% pada akhir 2026.
“Inflasi di AS diperkirakan turun lebih lambat. Suku bunga AS diperkirakan turun dari 4% tahun ini menjadi 3,5% pada 2026,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Kamis (3/7).
Namun, Perry mengingatkan risiko lain yang perlu diwaspadai, yakni membengkaknya defisit fiskal AS. Defisit Negeri Paman Sam diperkirakan naik dari 6,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini menjadi 7% PDB pada 2026. Kondisi ini mendorong imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tetap tinggi.
“Pada kuartal I 2026, yield US Treasury 10 tahun diperkirakan mencapai 4,7% dan diproyeksikan akan tetap tinggi setelahnya. Tentu saja ini akan berpengaruh ke yield SBN kita, pembiayaan fiskal, dan stabilitas sistem keuangan Indonesia,” kata Perry.
Dolar AS Melemah, Aset ke Emerging Market Dilirik
Dalam beberapa waktu terakhir, kekuatan dolar AS mulai melemah. Persepsi pelaku pasar global mulai berubah, aliran dana yang sebelumnya deras masuk ke AS kini mulai beralih ke instrumen yang dianggap lebih aman, seperti emas, serta ke aset keuangan di negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Ini perlu kita waspadai karena volatilitas aliran dana portofolio maupun nilai tukar sangat rentan terhadap ketidakpastian global dan tensi geopolitik,” katanya.
Salah satu sumber ketidakpastian yang diwaspadai adalah kebijakan tarif AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Ekonomi Cina Melambat dan India Jadi Harapan
Dalam proyeksi BI, pertumbuhan ekonomi global pada 2026 diperkirakan stagnan di kisaran 3%. Negara-negara mitra dagang utama Indonesia juga diproyeksikan mengalami perlambatan.
“Ekonomi AS tahun ini diperkirakan tumbuh 2,1%, tapi melambat menjadi 1,8% pada 2026, bahkan ada risiko resesi,” kata Perry.
Kondisi ekonomi Eropa dan Jepang juga masih dalam tekanan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Cina sebagai mitra dagang utama kedua Indonesia diperkirakan turun dari 4,3% pada 2025 menjadi 4,1% pada 2026.
“Yang masih menjadi harapan adalah India, dengan proyeksi pertumbuhan 6,6% baik pada 2025 maupun 2026,” kata Perry.
Ketahanan Ekonomi Indonesia Harus Diperkuat
Perry mengingatkan, fragmentasi perdagangan global, gangguan rantai pasok, serta ketidakpastian ekonomi global menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam mendorong ekspor sebagai penopang pertumbuhan.
“Indonesia harus terus memperkuat ketahanan ekonomi terhadap dampak eksternal. Stabilitas nilai tukar dan pasar obligasi tetap harus dijaga,” katanya.
Perry menekankan pentingnya stimulus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, baik melalui kebijakan fiskal, kebijakan moneter BI, maupun langkah-langkah konkret di sektor riil, termasuk program prioritas pemerintah seperti Asta Cita.