Kemenperin Siapkan Aturan Pendanaan Industri Hijau, Prioritaskan 9 Subsektor


Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berencana menerbitkan regulasi untuk mempermudah akses pendanaan bagi pelaku industri manufaktur yang ingin bertransformasi menjadi industri hijau. Aturan ini merupakan bagian dari peta jalan net zero emission (NZE) sektor manufaktur pada 2050.
Agus menilai masih banyak pelaku industri yang menganggap penerapan prinsip industri hijau sebagai beban biaya, bukan investasi jangka panjang. Oleh karena itu, pemerintah mendorong akses pendanaan sebagai kunci percepatan transisi industri menuju keberlanjutan.
"Pada 2030 harus ada penurunan emisi di sektor manufaktur, tapi tidak mungkin langsung menjadi nol. Salah satu bagian dari peta jalan adalah aturan mengenai Green Industry Service Company atau Gisco," kata Agus di Jakarta, Kamis (8/5).
Kementerian Perindustrian akan mengkonsolidasikan perusahaan-perusahaan manufaktur yang berkomitmen menjalankan transformasi hijau. Pendanaan akan disalurkan berbasis proyek masing-masing pabrikan, dan selanjutnya akan dipromosikan ke institusi keuangan global.
Dalam tahap awal, pemerintah akan memprioritaskan sembilan subsektor manufaktur untuk fasilitasi pendanaan hijau, yaitu semen, logam, alat transportasi, keramik, kimia, makanan, kertas, pupuk, dan smelter nikel.
"Pabrik smelter nikel akan kami kelompokkan sebagai industri logam. Jadi, smelter nikel masuk menjadi salah satu dari sembilan sektor yang jadi prioritas utama kami," ujar Agus.
Aturan Akan Terbit Tahun Ini
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kemenperin Andi Rizaldi menambahkan bahwa aturan terkait pendanaan industri hijau akan diterbitkan pada tahun ini. Menurutnya, sudah ada beberapa lembaga keuangan yang siap menyalurkan dana untuk mendukung pengurangan emisi.
"Saat ini ada satu pabrik baja yang telah mendapatkan pinjaman industri hijau dengan komitmen proses produksi mereka harus menggunakan electric arc furnace," kata Andi.
Andi menyebut, salah satu institusi finansial yang sudah menyiapkan dana adalah European Investment Bank yang mengalokasikan pendanaan sebesar US$ 2 miliar pada tahun ini, khususnya untuk proyek industri hijau.
Kritik terhadap JETP
Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menilai program Just Energy Transition Partnership (JETP) sebagai sebuah kegagalan, terutama terkait pendanaan dari Amerika Serikat (AS). Ia menyebut, dalam dua tahun berjalan, belum ada satu dolar pun yang dikucurkan oleh pemerintah AS.
"Banyak omon-omon ternyata. Hibah US$ 5 miliar dalam US$ 20 miliar itu ternyata gak ada," ujar Hashim dalam acara ESG Sustainability Forum 2025 di Jakarta, Jumat (31/1).
Hashim mengungkapkan bahwa ia pernah bertemu dengan utusan khusus Presiden AS John Podesta dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) di Azerbaijan, akhir tahun lalu. Dalam pertemuan tersebut, Podesta menanyakan kelanjutan program JETP.
Namun menurut Hashim, pendanaan yang dijanjikan sebesar US$ 20 miliar atau sekitar Rp 327 triliun hampir pasti akan dibatalkan di bawah pemerintahan Donald Trump.