Indonesia Prioritaskan Isu Pendanaan Iklim di COP30

Hari Widowati
15 Juli 2025, 10:26
Indonesia, COP30
Dok. KLH
Salah satu isu utama yang akan menjadi prioritas Indonesia dalam pertemuan Konferensi Iklim PBB COP30 di Belem, Brasil, pada November mendatang adalah menuntut realisasi pendanaan iklim dari negara-negara maju.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Salah satu isu utama yang akan menjadi prioritas Indonesia dalam pertemuan Konferensi Iklim PBB COP30 di Belem, Brasil, pada November mendatang adalah menuntut realisasi pendanaan iklim dari negara-negara maju. Janji pendanaan iklim sebesar US$ 100 miliar (Rp 1.628 triliun, kurs Rp 1.628/US$) per tahun yang seharusnya dibayarkan sejak 2020 hingga kini belum terealisasi.

"Data terakhir dari UNFCCC (Badan Iklim PBB) menunjukkan hingga 2022, jumlah pendanaan iklim yang benar-benar tersedia baru mencapai US$ 67 miliar (Rp 1.091 triliun). Bagi Indonesia, ini bukan sekadar angka, ini bukti bahwa komitmen global terhadap keadilan iklim masih cukup timpang," ujar Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Diaz Hendropriyono, dalam keterangan resmi, Senin (14/7).

Pertemuan COP30 akan dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, BRIN, dan kementerian/lembaga lainnya yang menjadi bagian dari Delegasi Republik Indonesia. Indonesia terlibat aktif dalam 12 agenda utama di Subsidiary Bodies (SB) 62, yang mencakup 19 kelompok kerja. Agenda-agenda tersebut meliputi isu global stocktake, loss and damage, ketahanan pangan dan pertanian, kelautan, gender dan perubahan iklim, hingga pembiayaan jangka panjang.

"Kita diminta merumuskan dokumen loss and damage, lalu national adaptation plan. Isu-isu lain yang juga sedang bergulir adalah gender and climate change, local communities and indigeneous people, serta peninjauan ulang terkait isu peningkatan kapasitas negara-negara berkembang," ujar Diaz.

Diaz menegaskan perjuangan Indonesia di COP 30 bukan sekadar menuntut keadilan pendanaan, tetapi juga kepemimpinan dalam arah transformasi global menuju masa depan rendah emisi dan tangguh iklim.

Indonesia Susun NAP untuk Hadapi Risiko Bencana Iklim

Saat ini, Indonesia tengah menyusun National Adaptation Plan (NAP) sebagai strategi nasional menghadapi risiko bencana iklim. Selain itu, Indonesia juga terus mendorong penguatan implementasi loss and damage dan skema karbon internasional seperti Pasal 6.4 dari Perjanjian Paris.

“Walaupun sudah ada share of proceed dalam Artikel 6.4 yang menjelaskan soal pembagian keuntungan skema perdagangan karbon kepada negara berkembang, Indonesia masih bertekad mendorong penambahan kontribusi pendanaan dari negara maju,” ujarnya.

Dalam Rapat Sosialisasi Hasil Perundingan Subsidiary Bodies (SB) 62 Konferensi Perubahan Iklim bersama kementerian/lembaga (K/L) terkait, Diaz mengajak seluruh pihak bersatu memperkuat posisi Indonesia dalam forum internasional. Rapat ini menjadi momentum awal dalam memformulasikan posisi Indonesia menuju Konferensi Para Pihak (COP) ke-30 UNFCCC yang akan berlangsung di Belem, Brasil, November mendatang.

“Saya butuh dan mohon kehadiran Bapak dan Ibu di Belem untuk setiap working group sebagai owner of the issue, karena yang kita perjuangkan bukan posisi KLH, tetapi posisi RI,” kata Diaz.

Rapat ini ditutup dengan paparan dari masing-masing kelompok kerja yang menghadiri SB 62, termasuk rekomendasi teknis dan arah tindak lanjut menjelang COP 30. KLH/BPLH sebagai National Focal Point UNFCCC akan terus mengoordinasikan seluruh proses negosiasi menuju posisi Indonesia yang kuat, strategis, dan berpengaruh di forum iklim dunia.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...