Diminati Investor Asing, Lelang WK Panas Bumi Dilirik Chevron hingga INPEX


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM menyatakan perusahaan pengeboran minyak mulai tertarik dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Beberapa perusahaan energi fosil asing kini tertarik menggarap potensi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi nasional.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mencatat contoh perusahaan tersebut adalah Inpex Corporation dan Chevron Corporation yang tertarik menjadi peserta lelang 10 Wilayah Kerja Panas Bumi atau WKP.
"Mereka butuh usaha 'hijau' untuk pantas mendapatkan investasi hijau. Oleh karena itu, orang-orang industri energi fosil asing ini mulai melirik-lirik engembangan PLTP di dalam negeri," kata Eniya di PLTP Ijen, Kamis (26/6).
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL 2025-2034 menargetkan total PLTP terpasang hingga 2030 dirancang memiliki total daya 5,15 gigawatt. Angka tersebut naik dari RUPTL 2021-2030 sebesar 3,35 gigawatt.
Eniya menilai industri minyak bisa langsung menggarap proyek PLTP. Sebab, pekerjaan utama antara produksi minyak mentah dan listrik dari PLTP mirip, yakni dimulai dengan proses pengeboran.
Menurutnya, Chevron berminat untuk masuk ke beberapa WKP yang akan dilelang pada kuartal ketiga tahun ini. Hal tersebut tercermin dari bergabungnya Chevron dengan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk dalam pembangunan PLTP Wai Ratai berkapasitas 55 megawatt.
Eniya mengatakan pemerintah telah melakukan konsultasi pasar terkait 10 WKP yang akan dilelang. Menurutnya, kegiatan lelang akan segera dilakukan setelah revisi aturan lelang WKP.
Dia menyampaikan lelang 10 WKP tersebut akan dilakukan secara daring. Selain itu, keputusan lelang kini menunggu keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelum bisa dimulai pada Juli-September 2025.
"Sebetulnya ada beberapa lokasi WKP yang tinggal dilelang, tapi masih perlu persetujuan Pak Menteri," katanya.
Di sisi lain, Eniya berencana melakukan deregulasi dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Langkah tersebut dilakukan setelah melihat tingginya minat investasi dalam potensi PLTP domestik. Salah satu aturan yang diubah adalah PP No. 7 Tahun 2017. Langkah tersebut dinilai akan mendorong tingkat pengembalian investasi atau IRR para pengembang.
Rata-rata IRR usaha Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau PLTP cukup rendah atau di bawah 10%. Melalui revisi aturan tersebut, pemerintah berharap dapat membuat IRR menjadi 10-11%.
"Beberapa faktor pemberat PLTP yang harus dihilangkan saat ini diatur dalam PP No. 7 Tahun 2017," kata Eniya di PLTP Ijen, Kamis (26/6).