KATADATA - Pemerintah sedang menggalakkan hilirisasi industri berbahan dasar rumput laut. Pasalnya, Indonesia dikenal sebagai sentra produksi rumput laut terbesar di dunia. Sebesar 64 persen dari hasil produksi tersebut di ekspor ke luar negeri dalam bentuk mentah. Padahal kebutuhan domestik meningkat yang tercermin dalam pertumbuhan impor rumput laut 35 persen menjadi US$ 8 juta pada 2013.
Karena itu, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk memacu pembangunan industri rumput laut. Sebagai tindaklanjutnya, Menteri Susi meningkatkan alokasi anggaran budidaya rumput laut 8 kali lipat menjadi Rp 330 miliar pada 2016. Anggaran akan digunakan untuk membangun fasilitas gudang dan pabrik. Selain itu anggaran juga akan digunakan untuk penyebaran bibit berkualitas dan peningkatan jumlah produksi.
Melalui sejumlah program pengembangan industri rumput laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan target produksi rumput laut tahun depan menjadi 11,1 juta ton agar mampu memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
Paling tidak terdapat tiga hal yang menjadi alasan pemerintah untuk mendorong kinerja industri tersebut. Pertama, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi lahan yang sangat luas. Dari jutaan hektare lahan yangtersedia, budidaya rumput laut baru memanfaatkan lahan 350 ribu hektare.
Kedua, terdapat 555 jenis rumput laut di Indonesia. Namun, baru tiga jenis rumput laut yang dibudidayakan yakni Gracilaria (penghasil agar-agar yang dibudidayakan di air payau), Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum (penghasil karaginan yang dibudidayakan di wilayah pesisir).
Ketiga, hilirisasi industri rumput laut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir terutama bagi nelayan budidaya dan petani rumput laut.