Sinyal Kebangkitan Bisnis Migas Grup Bakrie

??????? ??????/123fr
Penulis: Safrezi Fitra
25/10/2018, 11.44 WIB

Setelah sempat surut akibat bencana lumpur Lapindo pada 2006, bisnis hulu minyak dan gas bumi (migas) Grup Bakrie mulai bangkit kembali. Indikasinya, beberapa perusahaan grup usaha yang didirikan mendiang Achmad Bakrie tersebut berhasil mendapatkan hak pengelolaan blok migas maupun perpanjangan kontrak blok migas lama dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Salah satu perusahaan Grup Bakrie, PT Minarak Brantas Gas, baru saja mendapatkan hak pengelolaan Blok Banyumas di Jawa Tengah. Anak usaha Lapindo Brantas Inc ini berhasil memenangkan lelang tahap 2 wilayah kerja (WK) migas tersebut yang dibuka pada Agustus lalu.

Presiden Direktur Lapindo Brantas Inc Faruq Adi Nugroho mengatakan, setelah memenangkan lelang tersebut, perusahannya akan melakukan survei seismik untuk mengetahui potensi cadangan minyak dan gas bumi. “Kami seismik sebentar, sudah bisa langsung produksi,” katanya di Jakarta, Senin (22/10).

Minarak akan mengelola Blok Banyumas komitmen pasti selama tiga tahun pertama sebesar US$ 4 juta. Dana itu akan digunakan untuk survei geologi dan geofisika (G&>) dan pemboran satu sumur eksplorasi. Adapun bonus tanda tangannya sebesar US$ 500 ribu.

(Baca: Menangkan Blok Banyumas, Grup Bakrie Yakin Bisa Segera Produksi)

Blok Banyumas terletak di daratan Jawa Tengah-Jawa Barat. Total areanya mencapai 3.612 kilometer persegi. Lapindo menilai Blok Banyumas memiliki cadangan migas yang cukup potensial. Produksi gas di blok tersebut bisa mencapai 50 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sedangkan potensi cadangan migasnya sekitar 45 juta barel setara minyak (MMBOE). Nantinya, gas yang diproduksi dari Blok Banyumas, akan dijual ke pemerintah.

Sebelumnya, pada Agustus lalu, Lapindo bersama PT Prakarsa Brantas dan PT Minarak Brantas Gas juga telah mendapat perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Brantas. Kontrak blok tersebut akan habis dua tahun lagi dan Lapindo mendapat kontrak baru selama 20 tahun mulai 23 April 2020.

Dengan kepastian perpanjangan kontrak, Lapindo akan mendorong produksi gas di Blok Brantas dari 20-25 MMSCD hingga mencapai target 30-35 MMSCFD di akhir tahun. Selanjutnya, produksi gas di wilayah kerja migas tersebut akan ditingkatkan menjadi 100 MMSCFD pada 2022-2023. Setelah lima tahun kontrak baru, produksi gasnya akan dipacu hingga 150 MMSCFD. "Insya Allah produksi kami berkontribusi cukup baik di wilayah timur sampai Jawa Tengah dan seterusnya," kata Faruq.

(Baca: Mantan Pejabat SKK Migas Jadi Komisaris Perusahaan Grup Bakrie)

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Susanto mengatakan, untuk perpanjangan kontrak Blok Brantas, pemerintah mendapatkan bonus tanda tangan sebanyak US$ 1 juta atau setara Rp 13,4 miliar. Kemudian, komitmen kerja pasti pada 5 tahun pertama US$ 115 juta atau Rp 1,5 triliun di lokasi yang belum sempat dilakukan seismik dan pengeboran, terutama di lepas pantai offshore.

Menurut Djoko, kontrak  Lapindo diperpanjang, karena tidak ada lagi kontraktor lain yang berani dan mengajukan diri menggarap Blok Brantas.  Para investor khawatir kasus 'Lumpur Lapindo' terulang lagi.  Namun, dia memastikan kondisi Blok Brantas saat ini sudah aman. Kegiatan operasional di Blok Brantas masih berjalan dan tidak ada kecelakaan seperti yang terjadi pada 2006.

Dia juga memastikan masyarakat di sekitar blok tersebut sudah sepakat Lapindo diberikan perpanjangan kontrak. "Enggak ada penolakan dari masyarakat. Kalau ada, kami tidak akan menyetujui. Kan kami minta approve dari pemerintah daerah sana juga," katanya. Lokasi yang digarap Lapindo pun tidak sama dengan lokasi terjadinya semburan lumpur. Di lokasi terjadinya lumpur pun sudah dipagari tanggul dan tidak ada lagi aktifitas penambangan.

Seperti diketahui, 12 tahun lalu Lapindo harus menghadapi masalah semburan lumpur panas yang merendam tiga kecamatan di Sidoarjo, Jawa Timur, akibat kegiatan operasionanya. Perusahaan ini harus menghentikan kegiatannya di Blok Brantas dan menanggung ganti rugi sebesar Rp 3,8 triliun. Pada 2016, pemerintah mengizinkan Lapindo kembali beroperasi di Blok Brantas dengan alasan agar biaya ganti rugi yang sempat ditalangi negara Rp 827 miliar bisa dilunasi.

(Baca: Rp 7,6 T Terbenam di Lumpur Lapindo)

Lapindo Brantas Inc merupakan cucu dari salah satu perusahaan migas Grup Bakrie, yakni PT Energi Mega Persada Tbk (EMP). Pada Maret 2004, EMP mengakuisisi Kalila Energy Ltd dan Pan Asia Enterprise yang menjadi pemilik 100% Lapindo Brantas. Sementara Lapindo memegang 50% pengelolaan Blok Brantas. Pada Juli 2007, EMP memisahkan Lapindo Brantas, Kalila Energy dan Pan Asia Enterprise dari laporan keuangan perusahaan.

Aset Blok Migas PT Energi Mega Persada Tbk (EMP)

Tak hanya Lapindo, EMP pun mulai agresif mengembangkan bisnis hulu migasnya. Juli lalu, pemerintah memutuskan memberikan perpanjangan kontrak Blok Malaca Straits di Riau kepada EMP sebagai operator dan PT Imbang Tata Alam. Kontrak blok migas ini habis pada 4 Agustus 2020.

Dalam laporannya, saat ini EMP memiliki 6 blok migas. Selain Malaca Straits, 5 blok lainnya adalah Gebang, Korinci Baru, Tonga, Kangean, dan Bentu. Di Blok Bentu, EMP baru saja memulai pengeboran empat sumur. Lokasi Sumur Segat 5 merupakan lokasi sumur gas pertama yang akan dibor oleh EMP Bentu Ltd pada tahun ini. Menyusul 3 lokasi sumur gas yang lain yakni Segat 8, Seng 4 dan Segat 7. Keseluruhan lokasi sumur gas tersebut terletak di Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.

Blok Bentu menjadi sasaran EMP menggenjot produksi. Saat ini EMP Bentu Ltd memproduksi gas bumi dengan rata-rata 55 MMSCFD, meningkat dari tahun lalu yang hanya 46 MMSCFD. Produksinya akan kembali ditingkatkan hingga menjadi 96 MMSCFD. (Baca: Perusahaan Grup Bakrie Sepakat Jual Minyak ke Pertamina)

Selain menggenjot produksi di blok migas yang sudah ada, EMP juga berupaya mencari blok migas baru. Tahun lalu, EMP sempat mengincar Blok Andaman yang terletak di lepas pantai Aceh seluas 7.399 kilometer persegi. Blok ini menyimpan cadangan gas 844,14 miliar kaki kubik (bcf) dan minyak 196,53 juta barel. Namun, EMP gagal mendapatkannya karena pemerintah memenangkan konsorsium Premier Oil, Kriss Energy dan Mubadala Petroleum.

Tahun ini EMP tengah membidik Blok Selat Panjang dalam lelang migas 2018. Perusahaan ini bersaing dengan Konsorsium Sonoro energy - PT Menara Global. Sayangnya, upaya EMP kembali gagal, karena Kementerian ESDM menilai perseroan tidak sesuai kriteria yang ditetapkan untuk bisa mengelola blok migas tersebut.

(Baca: Di Balik Menangnya Konsorsium Premier Atas Repsol dan EMP di Andaman)

Selain bisnis hulu migas, EMP juga berniat ekspansi ke sektor hilir. EMP juga berencana masuk ke bisnis petrokimia dengan mendirikan pabrik purified terephthatic acid (PTA) senilai US$ 600 juta atau sekitar Rp 9 triliun. Ekspansi ini dilakukan dengan menggandeng Reignwood International Investment Group. Perusahaan milik taipan asal Thailand, Chanchai Ruayrungrua, yang juga tercatat salah satu pemegang saham EMP.

Di tengah bisnis migas yang sulit, EMP berhasil mencatatkan kinerja keuangan yang positif selama 2017. Meski mengalami penurunan penjualan 40%, perseroan tetap mampu membukukan laba bersih US$24,4 juta atau sekitar Rp349 miliar. Pada tahun 2016, perusahaan masih merugi US$ 345 juta.

Deputy Chief Executive Officer (CEO) Energi Mega Persada Syailendra Bakrie menjelaskan penurunan penjualan terjadi karena perusahaan tidak lagi memiliki Blok ONWJ dan Blok Semberah pada tahun lalu. EMP pun lebih memfokuskan aktivitasnya pada pemeliharaan sumur migas yang lebih hemat biaya, dibandingkan dengan kegiatan eksplorasi yang berbiaya tinggi. 

Namun, kinerja yang baik tidak bisa berlanjut di tahun ini. Sepanjang tida bulan pertama 2018, perseroan hanya bisa membukukan laba bersih US$ 1,9 juta. Beban keuangan yang besar membuat laba EMP anjlok dari US$ 67,2 pada periode yang sama tahun lalu.

Produksi Migas PT Energi Mega Persada Tbk (EMP)

Agar bisnisnya bisa berjalan dengan baik, pembenahan keuangan juga dilakukan. Saat ini EMP masih terlilit utang Rp 260 juta. Posisi utang ini telah berkurang jauh, dari US$ 700 juta pada 2013. Pembenahan utang akan dilanjutkan dengan menerbitkan saham baru (right issue). Rencananya, EMP akan menerbitkan 15 miliar saham baru, dan 3,6 miliar saham hasil eksekusi waran. "Perseroan berencana untuk menurunkan pinjaman dan beban bunga terkait sebelum akhir tahun ini," kata Syailendra.

Baca: Grup Bakrie Targetkan Pipa Trans Kalimantan Alirkan Gas Tahun 2020)