Banyak Aktivitas Kriminal di Balik Pencurian Ikan

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Desy Setyowati
26/10/2016, 13.02 WIB

Bagaimana menghadapi tekanan yang ada? Apakah masih tertangani?

Saya lihat Pak Presiden masih firm, masih yakin dengan apa yang kami lihat.Tapi saya tidak tahu apakah bangsa kita, dengan segala sistem dan kemengertiannya,  mengerti bahwa kedaulatan sumber daya laut perikanan penting. Ini tinggal satu-satunya yang bisa kita harapkan stay, stance, sustain. Pertambangan dan minyak ada habisnya, ikan akan habis kalau tidak dijaga.

Kalau we don't care, ya susah. Apalagi kalau kepentingan satu dua orang menabrak kedisiplinan kita untuk memelihara sustainbility, saya yakin laut masa depan bangsa hanya jadi slogan yang luar biasa indah tanpa bisa direalisasikan. Isi laut kita akan habis sebelum generasi yang akan datang.

Ada tiga pilar yang dicanangkan untuk menapai PDB perikanan 12 persen di 2019, apa yang dilakukan?

Kami pakai pilar kedaulatan, dikerjakan dua direktorat jenderal, yakni SKP (Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) dan karantina (Badan Karantina Ikan) yang memastikan dan menjaga pencurian ikan, intervensi, penyelundupan jenis-jenis ikan atau hal lain yang tidak betul. Pilar kedua, keberlanjutan oleh tiga direktorat jenderal, yakni Budidaya, Tangkap, dan Pesisir. Mereka merevitalisasi perikanan tangkap dengan program memberi kapal dan alat tangkap. Budidaya dengan memberi benih dan alat untuk bangun pakan mandiri.

Sisi produksinya, program pemerintah dirangkum dalam keberlanjutan. Semua, produksi budidaya, cara budidaya, cara nangkap ikan harus punya filosofi keberlanjutan. Kalau kami buat program kapal dan lain-lain tapi ikannya tidak ada, percuma. Dari sisi kesejahteraan, kami bina dengan dua direktorat jenderal: Badan Pengembangan SDM dan riset.

Ada kasus tangkap tangan di Kementerian Perhubungan yang terkait dengan pengukuran bobot kapal dan berdampak pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Bagaimana modus pengurangan bobot kapal sehingga merugikan negara?

Presiden membuat Peraturan Presiden Nomor 44 tentang Larangan Perikanan Tangkap oleh Asing. Kami izinkan 100 persen pengolahan. Kita tahu kapal Indonesia yang besar-besar banyak. Tapi selama ini tidak terhitung dan tidak terdata karena semua markdown. Kapal 100 GT, ukuran di atas kertas cuma 29 GT. Mereka ingin izin daerah, dapat solar subsidi, dan pembayaran PNBP-nya dihitung dari 29 GT, karena hitungannya per GT, misal Rp 25 ribu atau Rp 8 ribu.

Mengapa PNBP pada 2015 rendah?

Karena tidak saya pungut. Saya mendorong masyarakat untuk meregistrasi ulang kapal mereka. Saya beri sebagai insentif. Seperti 2014, saya buat surat edaran insentif untuk kapal di bawah 10 GT tidak perlu izin, tidak perlu buat SLO, tidak perlu CV dan SIPI kepada gubernur dan bupati. Untuk kapal besar saya bebaskan pungutan di 2015 supaya mereka daftar ulang untuk menghilangkan markdown.

Lalu PNBP naik karena ada dua ribu lebih yang diukur ulang. Tapi saya perkirakan masih ada 6 -12 ribu lagi. Dulu, kapal asing izin satu, tapi kapalnya 10 warnanya sama, namanya sama. Kapal lokal juga ada. Kalau docking kapal, suratnya cuma tuker-tuker kapal. Pekerjaan Kementerian adalah membuat IUUF  ini menjadi legal reported regulated fishing (LRRF). Tentu banyak comfort zone yang dimiliki pemain perikanan terganggu.

Apa saja sebetulnya bahaya IUUF?

IUUF itu bukan hanya sekadar penangkapan ikan ilegal. Tapi banyak aktivitas kriminal lainnya, penyelundupan barang dari buah, misalnya. Di Merauke, mereka masuk bawa miras, rokok, buah, macam-macam. Pulangnya bawa ikan dan binatang-binatang langka di Papua dari Burung Cendrawasih, Kakatua, Buaya. Bahkan beberapa indikasi sangat kuat ada kemungkinan bawa drugs.

Zaman GAM di Aceh di Thailand, juga ada bawa senpi. Bahkan mereka pakai bahan bakar minyak (BBM) kita. Pak Sudirman Said (mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) cerita ada over stock 37 persen yang nilainya kurang lebih Rp 20 triliun. Berarti kita berhasil mengamankan BBM yang dipakai untuk mencuri ikan. Dahulu masyarakat antri BBM, sekarang tidak ada lagi karena tidak ada yang selundupkan BBM. Ya masih ada tapi tidak sebesar dahulu.

Selain itu, mereka juga merusak. Yang ilegal, yang dilakukan dalam negeri juga merusak tatanan good governance yang kami galakkan. Mereka berusaha sogok sana-sini untuk IUUF. Kapal markdown dengan membayar. IUUF bukan sekadar kerugian ikan tapi lebih dari itu.

Kami sedang promote untuk mengajukan IUUF ke IDC dan interpol masuk kategori trans internasional organize crime. Contoh Kapal Viking di Pangandaran yang kami temukan benderanya 32 negara, mengaku lima negara. Saya dipercaya presiden untuk membenahi ini dengan segala konsekuensi dan tantangan sudah setengah jalan, sudah sangat baik. Tetapi untuk pertahankan, seluruh elemen bangsa harus punya ownership. Kalau tidak, ini the last natural resources.

Susi Mengoyak Jaring Viking (Katadata)
Desy Setyowati

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.