BI Ubah Proyeksi Defisit Transaksi Berjalan Lebih Tinggi Hingga 3%

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan keterangan pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur BI bulan April 2019 di kantor pusat BI, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Penulis: Rizky Alika
16/5/2019, 17.03 WIB

Bank Indonesia (BI) mengubah proyeksi defisit transaksi berjalan tahun ini menjadi 2,5%-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dibanding proyeksi sebelumnya, yang sebesar 2,5% dari PDB.

Perubahan proyeksi defisit transaksi berjalan ini diungkapkan Gubernur BI Perry Warjiyo pada konferensi pers selepas Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (16/5).

Menurutnya, proyeksi defisit transaksi berjalan perlu diubah, karena kinerja ekspor sulit diandalkan tahun ini. Proyeksi baru tersebut ia katakan juga sudah mempertimbangkan upaya maksimal pemerintah dalam menekan defisit transaksi berjalan.

Perry menganggap pertumbuhan ekspor bakal sulit tercapai karena sejumlah tantangan, seperti pertumbuhan mitra dagang utama Indonesia, yakni Tiongkok dan Amerika Serikat (AS), yang mengalami perlambatan.

Ekspor Indonesia memang didominasi ke dua negara ini, sehingga perlambatan ekonomi Tiongkok dan AS otomatis akan berpengaruh signifikan kepada ekspor komoditas ke Tiongkok dan ekspor barang manufaktur ke AS.

Meski demikian, Perry mengungkapkan ekspor ke mitra dagang lain, seperti India dan Spanyol masih terjaga, khususnya dengan India yang merupakan salah satu destinasi ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO).

"Ekspor ke mitra dagang lain, akan mampu menopang ekonomi di luar Jawa yang ditopang ekspor komoditas," kata Perry.

(Baca: Terdalam Sepanjang Sejarah, Defisit Dagang April Tembus US$ 2,5 Miliar)

Untuk menangkal efek negatif dari perlambatan ekspor, pemerintah dan BI akan terus mendorong sektor pariwisata serta memperkuat ekspor barang-barang industri. Dari sisi pariwisata, kegiatan yang dilakukan adalah mendorong akses pariwisata, menambah ketersediaan amenitas dan menyebarkan promosi.

Sementara, daya saing ekspor sejumlah barang tetap didorong dengan menjaga laju ekspor produk otomotif dari Indonesia, serta mesin dan peralatan hasil industri. Tak lupa juga, hilirisasi CPO dikatakan Perry akan didorong karena memiliki banyak peluang ekspor.

Selain itu, pemerintah juga melakukan serangkaian upaya untuk menekan impor, di antaranya melalui program biodiesel 20% (B20), serta penundaan sejumlah proyek infrastruktur yang menggunakan kandungan impor tinggi. Dalam jangka menengah panjang, pemerintah juga akan membenahi impor jasa pengangkutan kapal (freight).

"Langkah itu untuk menghindari defisit transaksi berjalan yang lebih tinggi," kata Perry.

Ke depan, prospek aliran masuk modal asing diperkirakan terus berlanjut sehingga neraca pembayaran dapat mencatatkan surplus. Nah, surplus pada neraca pembayaran ini menurut Perry akan mengompensasi memburuknya defisit transaksi berjalan.

Reporter: Rizky Alika