Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, keterbukaan informasi keuangan negara yang akurat wajib didapatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Apalagi, transparansi keuangan menjadi amanat dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara dan UU Keterbukaan Informasi Publik.
Edukasi keuangan negara, menurut dia, akan lebih menarik jika diberikan oleh orang-orang berpengaruh di zaman sekarang. Cara ini juga diharapkan dapat menghindarkan masyarakat dari kabar bohong atau hoaks.
Karena itu, pihaknya berencana menggandeng beberapa tokoh berpengaruh di media sosial atau influencer. "Kami akan gunakan Youtuber atau Selebgram agar masyarakat punya appetite informasi tentang keuangan negara," kata dia dalam acara Seminar Keterbukaan informasi Publik, di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (29/7).
Ia pun turut mengharapkan kementerian dan lembaga negara lain juga dapat menyebarkan informasi dengan menggandeng influencer. Tujuannya, agar informasi-informasi yang tidak baik dapat berkurang peredarannya di masyarakat. "Di era sekarang persoalan paling rumit terlalu banyak informasi dan kebanyakan garbage informasi. Jadi bagaimana agar masyarakat dapat membedakan hoaks dan kredibel," ucap dia.
(Baca: Sri Mulyani Sebut Hoaks soal Gaji Jokowi Rp 553 Juta)
Survei: 86% Pengguna Internet Pernah Tertipu Hoaks
Survei Centre for International Governance Innovation (CIGI) tahun 2019 menyebut bahwa 86% pengguna internet di seluruh dunia pernah tertipu oleh hoaks. Sebanyak 77% dari korban mengatakan, sumber berita palsu yang paling sering mereka kutip berasal dari Facebook.
Berdasarkan laporan tersebut, mayoritas pengguna internet yang tertipu hoaks setidaknya sekali. Selain itu, 44% mengatakan mereka kadang-kadang atau sering tertipu. Menurut laporan CIGI, 77% pengguna Facebook mengatakan mereka secara pribadi melihat berita palsu di sana.
Kemudian, 62% pengguna Twitter dan 74% pengguna media sosial pada umumnya juga pernah menjadi korban hoaks. “Insiden penggunaan berita palsu tampaknya paling lazim ditemui Facebook,” seperti dikutip dalam laporan CIGI, Senin (17/6).
Adapun, laporan penggunaan atau kutipan hoaks dari Facebook mencapai 67%, media sosial secara umum 65%, situs internet 60%, YouTube 56%, televisi 51%. Kemudian, sumber media arus utama sebanyak 45%, media cetak 44%, blog 41%, Twitter 40%, dan lainnya 25%.
(Baca: Hoaks Daftar Menteri Kabinet Jokowi-Ma’ruf Beredar di Media Sosial)
Laporan tersebut melanjutkan, berita palsu dianggap kurang lazim pada sumber media tradisional. Sebab, lebih sedikit klaim dari responden yang menemukan hoaks pada media cetak, televisi, atau di sumber media arus utama.
Maraknya penyebaran hoaks di media sosial diakui oleh mayoritas pengguna internet yang disurvei di semua negara, kecuali Jerman, Republik Korea, Rusia, dan Jepang. Yang menarik, 56% warga Jepang mengatakan mereka tidak menggunakan Facebook.
Lima negara terbanyak yang pengguna internetnya menyatakan telah menyaksikan berita palsu di Facebook adalah Nigeria (91%), Tunisia (91%), Kenya (87%), Indonesia (84%), dan Mexico (83%). Kemudian dilanjutkan oleh Mesir (81%), Afrika Selatan (80%), dan Turki (77%).