Bank Dunia mencatat, Indonesia memiliki 52 juta penduduk kelas menengah. Konsumsi warga kategori ini pun rerata tumbuh 12% per tahun sejak 2002.
Porsi konsumsi kelas menengah pun terus meningkat. Pada 2002, penduduk kategori ini mencapai 21% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. Jumlahnya meningkat menjadi 43% atau sekitar Rp 1.260 triliun.
Sebagai perbandingan, total pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara nasional rata-rata hanya 6,3% per tahun sepanjang 2002-2016. Sedangkan pertumbuhan konsumsi kelas menengah rerata 12% per tahun.
Data itu berbanding terbalik dengan konsumsi penduduk miskin yang justru turun 0,4% per tahun secara riil. Begitu juga dengan kelompok rentan miskin, yang konsumsinya hanya tumbuh 0,9% per tahun.
Bank Dunia pun menilai bahwa gaya hidup penduduk kelas menengah mendorong pertumbuhan konsumsi secara nasional. “Komponen kunci dari pertumbuhan ekonomi belakangan ini,” demikian dikutip dari laporan Bank Dunia bertajuk ‘Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class’ pada pekan lalu (30/1).
(Baca: Bank Dunia Sebut 115 Juta Warga Indonesia Rentan Miskin)
Meski begitu, Bank Dunia mengingatkan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan. Selain itu, pemerintah harus mencegah 115 juta penduduk yang rentan miskin kembali ke garis kemiskinan.
Yang menarik, warga kelas menengah di Indonesia mulai membelanjakan uangnya untuk produk non-makanan seperti kesehatan, pendidikan, pajak hingga asuransi. Hal ini berbeda dengan penduduk miskin dan rentan miskin yang sekitar 60-62% konsumsinya merupakan makanan.
“Kelas menengah dan atas merupakan satu-satunya kelompok yang lebih banyak menghabiskan uang untuk barang-barang non-makanan,” demikian dikutip. Konsumsi untuk makanan hanya 44% dari total.
Bahkan, 10% dari kelas menengah dan kelas atas yang konsumsi untuk makanan hanya sepertiga dari total uang yang dibelanjakan. Mayoritas konsumsi kelas menengah yakni untuk kesehatan, Pendidikan, pakaian, dan barang lainnya.
(Baca: Menteri ESDM Bantah Ada Rencana Kenaikkan Harga Elpiji 3Kg)
Penduduk kelas menengah gemar mengeluarkan uang untuk hiburan dan barang tahan lama, seperti penyejuk ruangan (AC), pemanas air hingga mobil. Padahal, barang tahan lama yang biasanya dibeli mayoritas warga Indonesia yakni lemari es atau televisi.
“Kelas menengah dan atas merupakan satu-satunya yang mulai membeli fasilitas berorientasi kenyamanan dan kemudahan, seperti AC dan pemanas air, terutama di daerah perkotaan,” demikian dikutip.
Menurut Bank Dunia, tantangan pemerintah Indonesia saat ini yaitu membuat pertumbuhan ekonomi dirasakan merata oleh penduduk. Dengan begitu, jumlah kelas menengah bisa meningkat dan. “Maka, lebih banyak penduduk yang berkontribusi (terhadap perekonomian),” demikian dikutip.
Saat ini, penduduk usia produktif di Indonesia cukup besar. Pemerintah harus mengantisipasi peningkatan jumlah penduduk yang mulai menua sehingga produktivitasnya menurun.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ketimpangan yang lebih tinggi mengarah pada perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kurang stabil. Hal ini juga dapat menimbulkan biaya sosial. “Ketika orang merasakan perbedaan besar dalam kekayaan, ini dapat menciptakan ketegangan sosial dan ketidakharmonisan, yang pada gilirannya dapat menciptakan konflik,” demikian dikutip.
Di tingkat kabupaten, ketimpangan yang lebih tinggi dari rata-rata nasional, peluang konfliknya 1,6 kali dibanding wilayah lain yang ketimpangannya rendah. “Orang Indonesia menganggap ketimpangan terlalu tinggi dan harus dikurangi,” demikian dikutip.
(Baca: Jumlah Penduduk Miskin RI Berkurang jadi 24,79 Juta per September 2019)