Laporan Keuangan Bermasalah, KKP Siap Diperiksa Khusus BPK

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Muhammad Firman
Editor: Yura Syahrul
26/5/2017, 13.04 WIB

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan pemeriksaan khusus berupa Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Tujuannya untuk menjernihkan persoalan laporan keuangan tahun 2016 KKP yang dinilai bermasalah, sehingga dikenakan status opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau disclaimer

Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto mengaku, pihaknya telah mengirimkan surat permohonan pemeriksaan lanjutan kepada BPK pada tanggal 15 dan 17 Mei lalu. Namun, BPK menolak permintaan tersebut. Karena itu, KKP meminta agar pemeriksaan baru segera dilakukan.

“Karena BPK tidak bersedia memberikan perpanjangan waktu, kami minta dilakukan pemeriksaan baru. Kalau misalnya kami tanggal 2 (Juni) ini diperiksa, kami siap. Benar-benar siap,” kata Rifky di Jakarta, seperti dikutip dari siaran pers KKP, Kamis (25/5).

Ia pun mengungkapkan duduk soal sehingga KKP untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir ini mendapat opini disclaimer dari BPK. Kementerian yang dipimpin Menteri Susi Pudjiastuti ini mengalami keterlambatan penyerahan dokumen pertanggungjawaban pengadaan 1.716 Kapal Penangkap Ikan (KPI) pada Agustus tahun lalu kepada BPK. Penyebabnya adalah hambatan kerja yang ditemui galangan.

Sementara itu, waktu yang dimiliki KKP untuk menyiapkan laporan keuangan sangat ketat atau terbatas. "(Jadi) hal ini tidak menyangkut kerugian negara sama sekali," kata Rifky. (Baca: Laporan Keuangan KKP Bermasalah, BPK Tunggu Klarifikasi Lanjutan)

Keputusan KKP memilih sistem e-katalog ketimbang lelang agar lebih efisien dan merangkul galangan menengah, ternyata menulai masalah. Mitra yang merupakan galangan menengah menghadapi kendala keterbatasan modal kerja. Beberapa galangan bahkan membatalkan kontrak, padahal pembayaran seharusnya sudah diselesaikan pada akhir tahun.

Demi menyelesaikan masalah tersebut, pada pertengahan Desember 2016, KKP menyepakati perubahan cara pembayaran dari turnkey (pembayaran saat semua pekerjaan selesai) menjadi termin (pembayaran berdasarkan kemajuan fisik pekerjaan). Selain itu, kontraknya diperpanjang hingga 90 hari atau tiga bulan, dan pengurangan volume kontrak pengadaan kapal.

Akibat berbagai perubahan dan tambahan kegiatan tersebut, KKP baru bisa menyusun dokumen-dokumen pertanggungjawaban pada awal Maret 2017. Sedangkan BPK meminta semua dokumen telah diserahkan pada 31 Maret 2017. 

Meski tidak dapat memenuhi tenggat waktu yang diberikan BPK, KKP tetap menyerahkan dokumen laporan secara bertahap. Namun, pihak auditor menolak semua bukti dengan alasan tidak tersisa cukup waktu lagi untuk meneliti bukti tersebut karena disampaikan melewati batas waktu pemeriksaan lapangan.

(Baca: KPK Bantu Susi Telisik Potensi Korupsi di Sektor Perikanan)

Selain keterlambatan penyerahan dokumen laporan yang lengkap, menurut Kepala Biro Keuangan KKP Darmadi Aries Wibowo, penyebab opini disclaimer BPK adalah masalah kepemilikan tanah di Jawa Timur. KKP harus menindaklanjuti kepemilikan tanahnya tersebut berdasarkan perjanjian Ruislag Departemen Pertanian tahun 1998 dan diputuskan BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) pada tahun 2009.

"Tapi kami belum bisa tindaklanjuti karena KKP sendiri tidak memiliki dokumen perjanjian tersebut dan masih dalam tahap konfirmasi BPN (Badan Pertahanan Nasional)," katanya.

Selain itu, pembelian tanah Pelabuhan Perikanan Nasional Pelabuhan Ratu dari Pertamina yang dibayar secara bertahap masih dalam negosiasi akan dilanjutkan atau dibatalkan. KKP sudah membayar Rp 20,7 miliar dan nilai total Rp 47,34 miliar. Namun, KKP belum mengantongi sertifikatnya karena masih dalam proses negosiasi.

(Baca: Jokowi Minta Kementerian Benahi Laporan Keuangan Bermasalah)

"Kalau laporan pengadaan kapal, dokumennya kan diterima BPK tapi tidak dianggap karena keterlambatan. Kalau yang ruislag Departemen Pertanian dan pembelian tanah Pertamina ini memang on process," kata Darmadi. Ia pun menegaskan, KKP siap untuk menjalani pemeriksaan lanjutan oleh BPK melalui pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Sekadar informasi, KKP merupakan salah satu dari enam kementerian dan lembaga negara yang mendapat opini disclaimer dalam laporan keuangan 2016. Presiden Joko Widodo telah meminta kementerian-kementerian yang belum memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecuali (WTP) untuk segera memperbaiki laporan keuangannya. Presiden pun menargetkan, semua laporan keuangan kementerian dan lembaga negara mendapat opini WTP tahun depan.