Pertumbuhan Pengguna Pembangkit Listrik Surya Atap Stagnan

Katadata | Azaria A.Laras
Ilustrasi, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pertumbuhan pengguna pembangkit listrik surya atap stagnan.
Editor: Ratna Iskana
30/7/2019, 18.45 WIB

Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia Andhika Prastawa mengatakan pertumbuhan pengguna Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap belum memuaskan. Berdasarkan data dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (Disjaya), pengguna PLTS atap saat ini berkisar 600 rumah, hanya naik 200 rumah dari tahun lalu sebanyak 400 rumah.

Menurut Andhika, pertumbuhan tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi. "Hanya tambah 200 rumah, pertumbuhannya stagnan. Ibarat kecepatan mobil tetap di 60 kilometer per jam," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (30/7).

Padahal, pemerintah telah memberikan kepastian hukum untuk pelanggan PLN yang ingin menggunakan PLTS atap melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 49 Tahun 2018. Setelah aturan tersebut terbit, pengguna PLTS atap diharapkan bisa meningkat hingga delapa ribu hingga sepuluh ribu rumah. 

Menurut Managing Director LEIN Power Wiwaswan Wisesa Pamudji, pengguna PLTS atap masih terbatas di kalangan kelas atas dengan tagihan listrik diatas Rp 1,5 juta dan rata-rata pemasangan listrik sebesar 4.000 watt. Sebab, untuk memiliki PLTS atap dibutuhkan biaya mencapai Rp 18 juta per kilowatt per peak (kWp) atau Rp 90 juta untuk 4.000 kWp.

"Memang yang mau beli karena gengsi, jadi mereka pengen rumahnya lain dari yang lain," ujar Wiwaswan.

(Baca: Menteri Jonan Dorong Masyarakat Gunakan Energi Bersih dari PLTS Atap)

Institute for Essential Services Reform (IESR) pun menyarankan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memberikan subsidi untuk panel atau modul surya berupa diskon Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) agar PLTS atap tidak hanya menarik bagi kalangan atas. Sebab ada potensi pengguna PLTS atap yang cukup besar di beberapa provinsi di Indonesia.

"Bali misalnya akan segera mengeluarkan Peraturan Gubernur tentang energi bersih, yang juga telah mengakomodasikan rekomendasi ini," ujar Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa.

IERS baru-baru ini mengkaji potensi pengguna PLTS atap rumah tangga di 34 provinsi. Dari hasil kajian tersebut, pengguna PLTS atap terbesar ada di Jawa Timur (Jatim). Potensi kapasitas listriknya mencapai 117,2 Gigawatt per peak (GWp). Disusul Jawa Barat sebesar 111,9 GWP, Jawa Tengah 109,9 Gwp, Sumatera Utara 34,6 Gwp, Banten 29,1 GWp, DKI Jakarta 22,9 GWp, Lampung 21,9 GWp, Sulawesi Selatan 21,3 GWp, Sumatera Selatan 17,1 GWp, dan Riau 14,8 GWp. 

(Baca: IERS: Jatim Punya Potensi Pengguna PLTS Atap Terbesar Se-Indonesia)

Reporter: Fariha Sulmaihati