Kementerian ESDM Dorong Pemanfaatan Biomassa dan Batu Bara untuk PLTU

Katadata/Ratri Kartika
Ilustrasi, PLTU Muara Laboh. Kementerian ESDM mendorong penggunaan campuran biomassa dengan batu bara di PLTU. Hal itu untuk meningkakan penggunaan energi baru terbarukan.
27/2/2020, 14.09 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan. Salah satu caranya dengan metode co-firing, yaitu mencampurkan biomassa dengan batu bara dalam Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU.

Apalagi, bahan baku biomassa tersedia cukup banyak di Indonesia. Adapun, bahan baku yang dapat dijadikan biomassa yakni sampah dan kayu.

Sampah tersebut diubah menjadi pellet sebelum dibakar untuk menghasilkan biomassa. Kementerian ESDM mencatat volume bahan baku pellet saat ini mencapai 20.925 ton per hari yang terkonsentrasi di 15 tempat pengelolahan sampah kota.

Beberapa diantaranya yakni DKI Jakarta 7 ribu ton per hari, Kota Bekasi 1.500 ton per hari, Kabupaten Bekasi 450 ton per hari, Batam 760 ton per hari, Semarang 950 ton per hari, Surabaya 1.700 ton per hari, Kota Tangerang 1.200 ton per hari, Denpasar dan Badung 1.155 ton per hari.

Selanjutnya ada di Depok, Kota dan Kabupaten Bogor sebanyak 1.500 ton per hari, Makasar 1.000 ton per hari, Bandung 1.630 ton per hari, Surakarta 550 ton per hari, Malang 800 ton per hari, Regional Jogja 440 ton per hari dan Balikpapan 290 ton per hari.

(Baca: Kementerian ESDM Rilis Aturan Baru soal Penyesuaian Tarif Listrik)

"Ini dicampurkan 1% hingga 5%. Kalau diakumulasikan potensinya cukup menjanjikan," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam siaran pers pada Kamis (27/2).

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menginisiasi penggunaan metode co-firing menyebut pihaknya membutuhkan biomassa sebanyak 17.470 ton per hari atau 5 juta ton wood pellet per tahun. Jumlah tersebut setara dengan 738 ribu ton per tahun pellet sampah.

"Kalau melihat sumber jumlah sampah tadi terbilang cukup, tinggal manajemen pengelolaannya lagi yang ditingkatkan," ujar Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Sripeni Inten Cahyani.

Sripeni pun mengatakan ada tiga tipe PLTU yang menggunakan metode c0-firing. Salah satunya PLTU 43 tipe Pulverized Coal (PC) dengan kapasitas 15.620 Megawatt yang membutuhkan campuran 5% biomassa setara 10.207,20 ton per hari.

Kemudian, PLTU 38 tipe Circulating Fluidized Bed (CFB)) dengan kapasitas 2.435 MW membutuhkan 5% biomassa setara 2.175,60 ton per hari. Sedangkan PLTU 23 tipe STOKER dengan kapasitas 220 MW menggunakan 100% biomassa atau setara 5.088 ton per hari.

Selain tiga PLTU tersebut, anak usaha PLN juga mengujicobakan metode co-firing. Salah satunya Indonesia Power yang uji coba metode tersebut di PLTU Jeranjang, Nusa Tenggara Barat.

Pembangkitan Jawa Bali (PJB) menguji co-firing di lima lokasi, yakni PLTU Paiton, PLTU Indramayu, PLTU Ketapang, PLTU Tenayan, dan PLTU Rembang.

(Baca: Meski Harganya Tinggi, PLN Tetap Transisi ke Energi Baru Terbarukan)

Reporter: Verda Nano Setiawan