PP E-Commerce Terbit, Konsumen Bisa Mengadu ke Mendag jika Dirugikan

ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Ilustrasi warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Penulis: Rizky Alika
4/12/2019, 15.58 WIB

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang e-commerce, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 November lalu. Dalam aturan tersebut, konsumen bisa mengadukan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) ke menteri jika merasa dirugikan.

Menteri yang dimaksud yakni yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rudy Salahuddin menyebutkan, menteri tersebut yakni Menteri Perdagangan.

Hal itu tertuang dalam Pasal 18.  “Dalam hal PMSE merugikan konsumen, konsumen dapat melaporkan kerugian yang diderita kepada Menteri," demikian bunyi Pasal 18 Ayat 1, dikutip Rabu (4/12).

PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang PMSE itu memuat 19 Bab dan 82 pasal. Aturan tersebut berlaku sejak diundangkan pada 25 November 2019.

Regulasi ini menyebutkan bahwa PMSE bisa merupakan pelaku usaha, konsumen, pribadi, atau instansi baik di dalam maupun luar negeri. Mereka dan penyelenggara PMSE seperti Shopee, Bukalapak, Tokopedia, Lazada dan lainnya bisa dilaporkan konsumen.

(Baca: Platform Transaksi Digital Wajib Terdaftar & Data Center di Indonesia)

Pada pasal 18 disebutkan, PMSE yang dilaporkan konsumen harus menyelesaikan pelaporan. Jika tidak, mereka akan masuk dalam daftar prioritas pengawasan oleh menteri.

Daftar prioritas pengawasan itu pun nantinya bisa diakses oleh masyarakat umum. Ketentuan lebih rinci terkait hal ini akan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen).

Menteri dapat mengeluarkan pelaku usaha dari daftar prioritas pengawasan, jika memenuhi tiga syarat. Di antaranya ada laporan kepuasan dari konsumen, ada bukti penerapan perlindungan konsumen, serta memenuhi persyaratan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan.

PP tersebut juga mewajibkan PMSE memperhatikan prinsip-prinsip itikad baik, kehati-hatian, transparansi, keterpercayaan, akuntabilitas, keseimbangan, serta adil dan sehat.

(Baca: 14 Poin PP E-Commerce, Atur Keamanan Data hingga Sengketa Konsumen)

Khusus untuk pelaku usaha asing yang melakukan PMSE kepada konsumen Indonesia—yang memenuhi kriteria—dianggap hadir secara fisik di Tanah Air. Karena itu, mereka wajib tunduk terhadap peraturan perundang-undangan, termasuk pajak.

Adapun kriteria yang dimaksud dapat berupa jumlah dan nilai transaksi, paket pengiriman, dan/atau traffic atau pengakses (user). Pelaku usaha asing itu pun bisa menunjuk perwakilannya yang ada di Indonesia.

Pada pasal 27 disebutkan, pelaku usaha wajib menyediakan layanan pengaduan bagi konsumen. Layanan itu paling sedikit mencakup alamat dan nomor kontak pengaduan, prosedur, mekanisme tindak lanjut, petugas yang kompeten, dan jangka waktu penyelesaian.

Mereka juga wajib menyediakan dan menyimpan bukti transaksi PMSE yang sah. (Baca: PP Segera Terbit, Produk E-Commerce Bakal Wajib SNI)

Meski begitu, pasal 45 ayat 3 berbunyi “dalam hal terjadi kelalaian responsif konsumen, maka segala bentuk kerugian akibat tidak terjadinya Kontrak Elektronik merupakan tanggung jawab konsumen sepenuhnya.”

Aturan itu juga menegaskan bahwa Kontrak Elektronik dilarang mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen. Kontrak Elektronik ini dapat menggunakan tanda tangan elektronik sebagai tanda persetujuan para pihak.

(Baca: Jalan Berliku Aturan E-Commerce untuk Menekan Impor)

Reporter: Rizky Alika